Banner 480

Sabtu, 21 April 2012

PPA GKJ

PENDAHULUAN

Untuk membantu memahami dengan baik buku Pokok-pokok Ajaran Gereja Kristen Jawa (PPA GKJ), perlu terlebih dahulu disampaikan beberapa hal sebagai berikut:

1. Status PPA GKJ sebagai dokumen gerejawi

Pokok-pokok Ajaran Gereja Kristen Jawa (selanjutnya disingkat: PPA GKJ) disahkan dalam Sidang Sinode Terbatas tahun 1996.[1]) Dengan demikian dokumen ini memperoleh status resmi gerejawi, yang memuat isi kepercayaan gereja danpedoman hidup bagi warga gereja. Dokumen ini dinyatakan berlaku sejak disahkan dan baru akan berubah status apabila dikehendaki oleh gereja-gereja, melalui suatu keputusan Sidang Sinode GKJ di waktu yang akan datang.

2. Latar belakang penyusunan PPA GKJ

Sejak kelahiran GKJ sebagai suatu sinode gereja pada tanggal 17 Februari 1931 GKJ memberlakukan kitab Piwulang Agami Kristen[2]), yang berlaku sebagai buku pedoman kepercayaan dan pedoman hidup di lingkungan GKJ sampai tahun 1996. Setelah mempergunakan dokumen warisan selama 65 tahun, GKJ merasa perlu untuk menggantikan dokumen warisan itu dengan suatu dokumen yang dihasilkannya sendiri sebagai wujud kemandirian sembari menjawab kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan sangat mendesak.

Langkah penting ini seperti disebut dalam Pengantar PPA GKJ edisi 1997 diuraikan sebagai berikut. Sejak 1984, dalam Sidang Sinode XVII terungkap bahwa GKJ menghendaki untuk menyusun ajarannya sendiri. Adapun sebab-sebab yang diketengahkan adalah: Pertama, sebagai gereja yang mandiri GKJ perlu menentukan sendiri ajarannya. Kedua, sesuai dengan sifat dan status mandiri atau kedewasaannya, warisan yang diterima itu harus dikaji kembali dengan sikap kritis. Ketiga, kekritisan itu dilakukan dengan cara mempertanyakan warisan itu berdasarkan Alkitab. Kalau ternyata ada penafsiran yang tidak sesuai dengan penafsiran yang bertanggungjawab terhadap Alkitab, maka warisan itu perlu diubah. Sementara yang sesuai tetap dipertahankan. Keempat, karena tantangan yang dihadapinya adalah konkret, maka ajaran yang dirumuskan harus dapat menjadi pegangan yang relevan dalam menjawabnya.[3])

Alasan-alasan tersebut di atas dapat difahami oleh karena Katekhismus Heidelberg itu telah disusun dalam waktu yang berbeda tiga setengah abad, di negeri yang berbeda dan untuk memenuhi kebutuhan serta menjawab tantangan yang berbeda pula. Seperti tercatat dalam sejarah gereja, Katekhismus Heidelberg disusun oleh dua orang teolog dari Heidelberg, yaitu Zakharias Ursinus dan Caspar Olevianus, pada tahun 1562, berdasarkan pola pemikiran Yohanes Calvin, reformator gereja dari Geneva, Negeri Swis. Pada tahun 1563, atas kehendak raja wilayah Friedrich III, diterima sebagai pedoman ajaran gereja di negara bagian Pfalz, Jerman bagian Barat.

Katekhismus Heidelberg ini kemudian juga diterima oleh gereja-gereja Calvinis di Negeri Belanda, bersama dokumen-dokumen lain[4]) hasil perumusan gereja-gereja di Negeri Belanda, berdasarkan pergumulan-pergumulan yang mereka alami pada Abad ke-17 itu. Agenda pemikiran gereja, dalam hal ini gereja Calvinis Belanda adalah konsolidasi gereja menurut faham Calvinisme, dalam konteks reformasi gereja yaitu berhadapan dengan faham Roma Katolik. Konteks makronya adalah Eropa Barat, yang hampir seluruhnya menganut agama Kristen, sementara faktor agama-agama lain belum diperhatikan karena belum menjadi masalah yang konkret bagi mereka. Konteks global masih sangat terbatas, karena komunikasi belum berkembang. Masyarakatnya baru mengenal kereta kuda dan kapal layar, belum ada mobil, pesawat terbang dan radio. Ilmu Pengetahuan dan Filsafat sedang bertumbuh pada taraf awal sejarah modern, yang didominasi oleh tahap pemikiran mitis maupun ontologis yang muncul kemudian.

GKJ lahir di awal abad ke-20, melintasi zaman kolonial, penjajahan Jepang dan perjuangan kemerdekaan. Di zaman modern pasca kolonialisme ini, yaitu zaman kemerdekaan bangsa-bangsa terjajah setelah Perang Dunia II, telah terjadi perubahan-perubahan mendasar. Indonesia kini bukan lagi bangsa terjajah, tetapi berdiri sederajat dengan bangsa-bangsa lain, yang menghargai persamaan dan keadilan.

GKJ hidup di tengah-tengah masyarakat yang majemuk menurut anutan agama dan aliran kepercayaan, yaitu agama Islam, Kristen (Protestan/ Katholik) dengan berbagai denominasi dan aliran di mana GKJ berada di dalamnya, Hindu, Buddha dan Kong Hu Cu, serta berbagai kepercayaan dan aliran-aliran lainnya.

Di samping itu, GKJ yang mempunyai nuansa etnis dan kultural, juga merupakan bagian dari kemajemukan suku-suku bangsa dan bahasa di Indonesia. Menurut para ahli ada lebih dari 400 bahasa lisan yang dipergunakan di seluruh Indonesia, berikut keanekaragaman adat dan budayanya. GKJ berada dalam suatu masyarakat yang bersifat “Bhinneka Tunggal Ika” yang harus mengembangkan suatu cara hidup bersama tersendiri di tengah masyarakatnya.

GKJ hidup dalam zaman perkembangan ilmu pengetahuan yang memungkinkan munculnya teknologi yang menyebabkan revolusi komunikasi. Pesawat-pesawat terbang besar tanpa henti menyediakan transportasi antar benua yang amat cepat; kapal-kapal angkut raksasa memindahkan ratusan ribu ton muatan ke segala pelosok dunia. Radio-satelit memungkinkan orang berbicara antar benua, seperti dengan tetangga sebelah rumah. Program-program televisi menyeruak menembus dinding-dinding kamar tidur. Teknik pendidikan yang memanfaatkan sarana audio-visual dan komputer memungkinkan murid-murid semakin cerdas dan trampil. Globalisasi menerpa kehidupan di seluruh dunia. Dunia seakan-akan berubah menjadi satu desa yang besar, tanpa dapat dibendung.

Dengan demikian dapat difahami timbulnya keinginan GKJ untuk mengkaji kembali warisan ajarannya, yang berasal dari tempat dan waktu yang demikian jauh berbeda. GKJ kini menghadapi dunia yang lain sama sekali dari dunia Jerman dan Belanda pada Abad ke-17, tatkala warisan ajarannya dirumuskan. Oleh sebab itu GKJ berusaha untuk bertindak sebagai umat Allah yang bertanggung jawab untuk berfungsi dalam karya penyelamatan Allah, yaitu bersaksi.

3. Proses penyusunan PPA GKJ

Sejak timbul keinginan GKJ untuk menyusun ajarannya sendiri[5]) seperti yang terekam dalam Akta Sinode XVI GKJ 1981 artikel 47[6]), ada suatu prakarsa yang muncul di lingkungan Klasis Salatiga. Pdt. Broto Semedi Wirjotenojo, S.Th. mempersiapkan naskah awal yang diterima oleh Klasis Salatiga, yang kemudian diusulkan sebagai naskah awal PPA GKJ.[7]) Sidang Sinode Kontrakta 1992 membentuk Tim Pokok-pokok Ajaran GKJ, dengan Pdt. P. Pudjaprijatma, S.Th. sebagai konvokator; Pdt. Broto Semedi Wirjotenojo, S.Th. sebagai anggota, dibantu oleh 9 anggota yang lain, yaitu: Pdt. Widjojo Hadipranoto, BD., Pdt. Dr. Kadarmanto Hardjowasito, Th.M., Pdt. Djaka Soetapa, D.Th., Pdt. Sularso Sopater, D.Th., Dr. J. Sardi, Sunarso, M.Sc., Pdt. Djimanto Setyadi, S.Th., Pdt. Humphrey Sudarmadi K., S.Th., Pdt. Drs. Siman Widyatmanta, M.Th. dan Hadi Purnomo, SH.

Hasil pekerjaan Tim PPA GKJ dilaporkan kepada Sidang Sinode XXI, dan memperoleh pembahasan intensif. Sidang ini kemudian membentuk Tim baru, untuk melanjutkan pekerjaan Tim lama, sambil menampung usul-usul yang masuk dalam sidang sinode tersebut. Tim ini diketuai oleh Pdt. Djimanto Setyadi, S.Th, sekretaris: Pdt. Drs. Sukardi Citro Dahono, anggota: Pdt. Broto Semedi Wirjotenojo, S.Th., Pdt. Drs. Siman Widyatmanta, M.Th. dan Pdt. P. Pudjaprijatma, S.Th. Di samping itu dibentuk Tim Pembaca terdiri dari 4 orang, yaitu: Pdt. Dr. Sularso Sopater, Pdt. Iman Sugiri, S.Th., Pdt. Bambang Mulyatno, S.Th., M.Si., Pdt. David Rubingan, M.Th. dan seluruh Klasis di lingkungan Sinode GKJ.[8])

Setelah melalui suatu proses panjang, yaitu 12 tahun, pada akhirnya dalam Sidang Sinode Terbatas tahun 1996, PPA GKJ diterima dan disahkan sebagai suatu dokumen gerejawi yang bersifat mengikat. Meneruskan tradisi lama, semua pejabat gereja, tatkala diteguhkan dalam jabatan (tua-tua dan diaken) atau ditahbiskan (pendeta) membubuhkan tanda tangan mereka sebagai pernyataan dan janji bahwa dalam melakukan tugas jabatan gerejawi serta menjalani hidup sehari-hari mereka akan setia berdasarkan Alkitab seperti yang diterangkan dalam PPA GKJ tersebut.[9])

4. Penyederhanaan dan penyempurnaan sebagian isi PPA GKJ

Sejak dipergunakannya PPA GKJ mulai tahun 1996, timbul reaksi positif dan negatif dari lapangan. Ada yang berpendapat bahwa PPA GKJ 1996 ini telah memenuhi kebutuhan “masa kini”-nya GKJ, dan sudah sesuai untuk menjawab tantangan-tantangan yang konkret dari konteksnya. Ada pula yang berpendapat bahwa cara penyajiannya sangat akademis, sehingga warga yang berpendidikan sederhana mengalami kesulitan untuk memahami.

Masalah seperti ini merupakan hal yang wajar dalam proses. Usul-usul dan saran-saran ditampung oleh Sidang-sidang Sinode pasca 1996, dan dibentuk Tim guna menampung sumbang saran untuk kesempurnaan PPA GKJ.

Dalam Sidang Sinode Antara GKJ Tahun 2000 (Artikel 54), Sidang memutuskan menugasi Deputat Keesaan untuk membentuk Tim Revisi PPA GKJ dengan tugas:
1. Menyempurnakan sebagian isi.
2. Menyerderhanakan bahasa.
3. Menterjemahkan ke dalam bahasa Jawa (krama madya)
4. Menyusun buku penjelasan.

Tim tersebut terdiri dari: Pdt. Simon Rachmadi, M.Hum. (Ketua), Pdt. Aris Widaryanto, S.Th. (Sekretaris), Pdt. Broto Semedi Wirjotenojo, S.Th., Pdt. P. Pudjaprijatma, S.Th., Pdt. Djimanto Setyadi, S.Th, dan Pdt. Drs. Siman Widyatmanta, M.Th.

Dalam Sidang Sinode XXIII GKJ di Wonogiri Tahun 2002, Deputat Keesaan melaporkan bahwa Tim yang telah dibentuk tersebut belum dapat menyelasaikan tugasnya. Oleh karena itu Sidang kembali menugasi Deputat Keesaan untuk mengangkat Tim Revisi PPA GKJ yang baru dengan tugas yang sama (Artikel 23).

Personalia Tim terdiri dari: Pdt. Andreas U. Wiyono, S.Th. (Ketua), Pdt. Aris Widaryanto, S.Th. (Sekretaris), Pdt. Sularso Sopater, D.Th., dan Pdt. Bambang Mulyatno, M.Si. Adapun hasilnya dilaporkan dan dibahas dalam Sidang Sinode Non-Reguler GKJ di Bandungan – Ambarawa tahun 2005.

5. Kesinambungan dan perubahan

GKJ melanjutkan pilihan untuk berjalan pada jalur tradisi reformasi gerejawi Abad 16. Walaupun Katekhismus Heidelberg telah diganti oleh PPA GKJ 1996, namun inti ajaran Katekhismus Heidelberg tetap dipelihara dalam PPA GKJ, yaitu bahwa keselamatan manusia itu hanya karena anugerah Allah (sola gratia), melalui Kristus saja (solo Christo), yang diterima hanya melalui iman (sola fide), sumber ajaran gereja hanyalah dari Alkitab (sola scriptura).

GKJ dalam kemandirian untuk menjawab tantangan konteks konkretnya serta perubahan zaman dan kebudayaan yang dialaminya, mengembangkan pemikiran baru dalam mengambil sikap terhadap agama dan kepercayaan lain yang ada di sekitarnya. Mengenai perkembangan IPTEK, GKJ menyadari bahwa mustahil untuk mendesak para warganya yang sebagian adalah para ilmuwan untuk “percaya tanpa bertanya”, sehingga perlu mengembangkan sikap secara baru. Sementara itu sebagai bagian dari bangsa dan negara Republik Indonesia yang sedang berkembang dan membangun jati-diri, GKJ juga menentukan pokok-pokok sikapnya terhadap negara secara kritis.[10])

6. Pendekatan

Dalam penyusunannya PPA GKJ memilih pendekatan soteriologis (berkenaan dengan keselamatan). Dari awal sampai akhir pokok mengenai keselamatan sangat ditekankan. Hal tersebut dapat kita temukan dari kata-kata kunci: selamat, keselamatan, dan kata-kata yang bertautan dengan keselamatan yang tersebar di seluruh dokumen ini. Misalnya : warga gereja sebagai orang yang sudah diselamatkan, kesempurnaan keselamatan, penyelamatan Allah, Allah Sang Juru Selamat, karya penyelamatan-Nya, penghayatan keselamatan, sejarah penyelamatan Allah, kondisi tidak selamat, tidak mampu menyelamatkan diri, asas-asas penyelamatan Allah, masa penyelamatan, mempertahankan keselamatan, perjalanan keselamatan, tanda-tanda penyelamatan, terpelihara keselamatannya, diselamatkan oleh penyelamatanNya dan sebagainya.

Adapun “benang merah” pemikiran soteriologisnya tergambar melalui pokok-pokok pikiran: bahwa pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi serta manusia dalam keadaan baik. Namun manusia jatuh ke dalam dosa sehingga manusia berada dalam kondisi tidak selamat. Karena kasih dan anugerahNya, Allah berkenan menyelamatkan manusia melalui karya penyelamatanNya. Karya penyelamatan Allah itu teranyam di dalam sejarah kehidupan manusia, dan dilakukan dengan cara membangun kembali hubungan yang harmonis melalui pengampunan dosa. Sejarah penyelamatan Allah tersebut berpusat pada tiga peristiwa yang utuh dan berkesinambungan, yaitu peristiwa bangsa Israel, peristiwa manusiawi Yesus dan peristiwa Roh Kudus.

Pada akhirnya sejarah penyelamatan Allah melalui pengampunan dosa yang terjadi karena karya penebusan Kristus itu, diluaskan kepada segala bangsa sampai akhir zaman. Gereja sebagai umat milikNya ditugasi untuk bersaksi tentang penyelamatan Allah.

Pilihan untuk memilih pendekatan soteriologis ini tentu membawa konsekuensi tersendiri, karena hasilnya tentu berbeda dengan apabila dipilih pendekatan lain. Misalnya: perubahan dalam penjelasan mengenai ketritunggalan Allah, mengenai tugas-tugas gereja dan sebagainya. Nampaknya pendekatan ini dipilih oleh karena tahap berfikir secara fungsional pada waktu ini, lebih dapat diterima oleh manusia yang hidup di zaman modern. Apabila benar demikian – seperti dapat disimpulkan dari persetujuan sidang Sinode Terbatas 1996 – maka para utusan gereja ke sidang tersebut telah memilih cara berfikir secara modern.[11])

Bahwa timbul ketidaksetujuan dari sebagian warga gereja, haruslah diterima sebagai kenyataan di lapangan, oleh karena tidak seluruh warga GKJ siap untuk berolah-fikir secara modern secara serentak dan serta merta. Menjadi penting bagi GKJ untuk memberi peluang bagi usaha untuk saling mengerti. Harus diakui bahwa ada tahap-tahap berfikir dalam sejarah kebudayaan, dan perbedaan-perbedaan tahap berfikir ini mempengaruhi cara orang memahami masalah-masalah. Oleh sebab itu dikembangkan usaha untuk memahami dan saling memahami, sehingga PPA GKJ 1996 dapat menjadi alat bantu dalam memacu GKJ menjadi saksi yang lebih berdaya guna pada awal Abad ke-21 ini.

7. Perkembangan tahap-tahap berfikir dalam sejarah kebudayaan

Prof. Dr. C.A. van Peursen[12]), dalam bukunya: Strategi Kebudayaan[13]) mengetengahkan upaya untuk memahami perkembangan cara berfikir manusia melalui suatu bagan tiga tahap. Adapun tahap-tahap yang dimaksudkan adalah tahap mitis, tahap ontologis dan tahap fungsional.

Tahap mitis tercermin dalam mitologi-mitologi dari bangsa-bangsa yang sering dinamakan bangsa primitif, yang pada dasarnya mengungkapkan sikap manusia yang merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib di sekitarnya, yaitu kekuasaan dewa-dewa alam raya atau kekuasaan kesuburan. Alam fikiran mitis bergetar apabila berhadapan dengan daya purba dan mengakui bahwa ada sesuatu. Manusia merasa dirinya merupakan bagian dari keseluruhan yang mengitarinya, pola pikir yang dikembangkannya bersifat partisipatif. Mantera dan magi merupakan hal dominan pada tahap ini.[14])

Tahap ontologis mengungkapkan sikap manusia yang tidak lagi hidup dalam kepungan kekuasaan mitis, melainkan yang secara bebas ingin meneliti segala hal ikhwal. Manusia mengambil jarak terhadap segala sesuatu yang dulu dirasakan sebagai kepungan. Ia lalu menyusun teori mengenai dasar hakekat segala sesuatu itu (ontologi), dan rincian-rincian dari segala sesuatu itu (=ilmu-ilmu). Tahap ini berkembang dalam Kebudayaan Kuno yang sangat dipengaruhi oleh filsafat dan ilmu pengetahuan. Di Barat misalnya pada zaman Yunani Kuno tatkala filsuf-filsuf yang terkenal berkarya, yaitu Anaxagoras, Sokrates, Plato dan Aristoteles; sementara di Timur beberapa mazhab Vedanta dari India mencerminkan tahap ini.[15])

Pada tahap ini manusia berusaha membuat peta mengenai segala sesuatu, menggali sebab musabab terjadinya segala sesuatu, menyajikan pengetahuan sistematis yang dapat dikontrol. Manusia sebagai subyek mengambil jarak (distansi) dari segala sesuatu yang menjadi obyek penelitiannya. Manusia berusaha mengetahui mengenai hakikat segala sesuatu, mengetahui apa-nya. Dalam diskusi teologi mengenai ontologi tradisional, orang berusaha untuk membuktikan adanya Tuhan. Tuhan dikaji tentang hakekat dan keberadaanNya lepas dari subyek manusia, lepas dari kebertautan langsung dengan eksistensi yang ia hayati.[16])

Tahap fungsional, nampak dalam manusia modern. Ia tidak terpesona oleh lingkungannya (=mitis), ia tidak lagi dengan kepala dingin mengambil jarak terhadap obyek penyelidikannya (=ontologis), tetapi ia ingin mengadakan relasi-relasi baru dengan segala sesuatu dalam lingkungannya. Ia mengutamakan pertanyaan : bagaimana dalam kaitan dengan segala sesuatu; ia tidak bertanya mengenai adanya barang-barang itu, tetapi bertanya mengenai artinya bagi dia, yaitu cara sesuatu itu dialami dan diintegrasikan dalam hidupnya. Manusia ingin mengubah dunia, kehidupan sosial ditandai oleh unsur arti dan pengelolaan. Ia menyukai sistem yang terbuka, segala sesuatu dilihat bukan sebagai sesuatu yang bulat dan tertutup (=ontologis), tetapi sebagai yang selalu bergerak, sebagai proses.[17])

Bagan tiga tahap atau ketiga sikap dasar seperti diuraikan di atas sebenarnya hanya merupakan suatu skema, atau sebuah sarana untuk membantu kita. Kalau disebut tahap tidak lalu diartikan tahap secara harafiah, yaitu perkembangan bertingkat di mana tahap yang satu digantikan oleh tahap berikutnya. Pada kenyataannya kita tidak boleh lupa bahwa semua tahap perkembangan cara berfikir manusia itu terdapat dalam kita semua, bahkan dalam kita masing-masing. Yang dipentingkan dalam bagan ini ialah aksen-aksen yang bergeser, strategi-strategi yang berbeda-beda dari masing-masing tahap.[18]) Apa yang disebut sebagai manusia primitif dengan dongeng-dongeng mitisnya, maklum juga mengenai hal-hal yang praktis-teknis, dia pun dapat mendekati sesuatu secara fungsional. Sebaliknya kita dalam masyarakat modern tidak lepas dari unsur-unsur magis. Kita pun dapat dipengaruhi oleh mitos-mitos pengarang-pengarang besar yang serba mendalam atau oleh ideologi-ideologi politis. Sekalipun ada kemajuan-kemajuan teknis, medis dan ilmiah, tetapi sejarah kebudayaan manusia tidak dengan sendirinya memperlihatkan suatu garis yang menanjak (linier).[19])

8. Penutup

Seperti telah disinggung di atas, PPA GKJ 1996 telah dipersiapkan dan disusun untuk memenuhi kebutuhan GKJ yang hidup di zaman modern, sehingga lebih memberikan tekanan pada pendekatan fungsional. Ketritunggalan Allah oleh sebagian besar warga GKJ tetap dirasakan perlu untuk disebut. Di dalam PPA GKJ 1996 hal tersebut disajikan bukan dalam bentuk ulangan rumusan-rumusan klasik dari Konsili-konsili Nicea-Konstantinopel (Abad ke-4 M.). Kristus tidak lagi diuraikan mengikuti rumusan Konsili Chalcedon (Abad ke-5 M.) yang sesuai dengan perkembangan pemikiran pada zaman itu yang bersifat ontologis[20]), tetapi diuraikan secara baru sesuai dengan pendekatan fungsional. Dengan cara demikian, dialog dengan masyarakat luas, yang sebelumnya sulit memahaminya, diharapkan dapat lebih mudah dilakukan. Sebab Ketritunggalan Allah itu lebih dikaitkan pada Allah yang berkarya bagi keselamatan manusia. [Lihat PPA GKJ 1996 Pertanyaan-Jawaban (P-J) 52; buku ini: P-J 42].

Gereja juga diuraikan secara fungsional, dengan diawali oleh suatu uraian dengan memperhatikan fenomenologi Agama, lalu diteruskan dengan uraian lanjutan yang memperhatikan hubungan dengan masyarakat keagamaan Indonesia yang bersifat majemuk (Lih. P-J 81 dst., 242 dst.; buku ini: P-J 71 dst., 202 dst.). Selanjutnya PPA GKJ mendedikasikan Minggu ke-9 untuk membahas Fungsi Gereja (buku ini: Tugas Panggilan Gereja).

Perhatian terhadap relasi/hubungan antara kehidupan orang percaya dengan dunia, alam, negara, ilmu pengetahuan dan teknik diberi tempat secara panjang lebar dalam PPA GKJ. P-J 152 (buku ini: P-J 12, 32, 33) menjelaskan bahwa penyelamatan Allah berlangsung dalam anyaman bersama dengan kehidupan manusia di dunia. P-J 175 dst. (buku ini: P-J 150 dst.) menjelaskan mengenai menyikapi masalah hubungan manusia dengan alam dan tugas manusia sebagai mandataris Allah terhadap alam yang harus dilakukan dengan bertanggungjawab. P-J 191 (buku ini: P-J 167) membicarakan mengenai bagaimana orang percaya memfungsikan akal budinya dalam mengolah ilmu pengatahuan, teknologi dan teknik. P-J 194 (buku ini: P-J 169) membahas bagaimana fungsi iman itu dibutuhkan agar manusia bermartabat manusia. P-J 216 (buku ini: P-J 186) membicarakan mengenai fungsi dasar kekuasaan negara. P-J 225-227 (buku ini: P-J 187) membahas mengenai martabat manusia dan Hak-hak Asasi Manusia. Contoh-contoh di atas menjelaskan tentang bagaimana pendekatan fungsional sangat mengemuka dalam PPA GKJ ini.

Namun, seperti juga telah diuraikan di atas, tidak semua warga GKJ dapat mengikuti alur fikiran tahap fungsional dengan serta merta. Ada yang belum mampu mengubah paradigma berfikir sehingga masih ingin mempertahankan yang lama. Menjadi penting bagi semua warga GKJ untuk memberi tempat kepada perbedaan-perbedaan cara memahami kebenaran, tanpa mengorbankan inti iman Kristen, sementara tetap memelihara ikatan cinta kasih, sebagai warga keluarga Allah dalam Kristus.

Rujukan:
1. Pokok-pokok Ajaran Gereja Kristen Jawa, Salatiga: Sinode GKJ, 1998
2. Dr.H.Berkhof – Dr. I.H.Enklaar, Sedjarah Geredja, Djakarta: BPK, 1956
3. E.A.Livingstone (Ed), The Concise Oxford Dictionary of the Christian Church, Oxford: Oxford University Press, 1977.
4. Prof. Dr. C.A. van Peursen, Strategi Kebudayaan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1976.


BAB SATU
AJARAN GEREJA

Minggu ke-1, AJARAN GEREJA

1. Pert : Mengapa gereja perlu memiliki ajaran gereja?
Jwb : Gereja, demikian pula GKJ, perlu memiliki ajaran gereja, sebab ajaran gereja merupakan sesuatu yang sangat penting, yaitu:
1. Sebagai pengakuan mengenai apa yang diimani oleh gereja.
2. Sebagai ajaran yang diajarkan oleh gereja.
3. Sebagai pedoman di dalam menjalani kehidupan dan melaksanakan tugas panggilannya.
Ajaran gereja GKJ diberi nama ”Pokok-pokok Ajaran GKJ”, disingkat ”PPA GKJ”.
[Mat.28:20; Kis.20:28-30; 2Kor.11:2-4; Gal.1:8,9,11,12; Ef.4:13; Kol.2:6,7 (baca ayat 6-15); 2Tes.2:15; 1Tim.6:2b-4; 4:6-7; 2Tim.3:10, 4:5; Tit.1:9-16 (baca ayat 6-16); Tit.2:1; Ibr.5:14; Ibr.10:23; 4:14; 2Ptr.2:1,2; 3:17,18; 2Yoh.7-10]

2. Pert : Apakah Alkitab saja tidak cukup sehingga gereja perlu memiliki ajaran gereja?
Jwb : Alkitab memang sudah cukup. Namun Alkitab sangat luas cakupannya dan sangat kaya kandungan isinya, sehingga orang tidak dapat dengan mudah memahaminya. Untuk itu ajaran gereja dibuat, sebagai upaya menata secara sistematis apa yang diajarkan Alkitab mengenai hal-hal yang paling mendasar yang harus diimani oleh gereja dan warganya.
[Yoh.20:30-31; 21:25; 2Tim.3:15-17]

3. Pert : Bagaimanakah hubungan antara ajaran gereja dengan Alkitab?
Jwb : Ajaran gereja disusun berdasarkan Alkitab.
[2Ptr.1:19-21]

4. Pert : Dengan memiliki ajaran gereja yang disusun berdasarkan Alkitab, apakah gereja dan warganya tidak perlu lagi menggunakan Alkitab sebagai dasar dan pedoman imannya?
Jwb : Ajaran gereja tidak dimaksudkan untuk menggantikan Alkitab, dan memang ajaran gereja tidak dapat menggantikan Alkitab, karena isinya tidak mungkin mencakup seluruh isi Alkitab. Oleh karena itu Alkitab tetap diperlukan dan memiliki kewibawaan yang lebih tinggi dari pada ajaran gereja.
[Ams.30:5-6; band. Why.22:18-19]

5. Pert : Apakah ajaran gereja dapat dikoreksi atau bahkan diubah?
Jwb : Ajaran gereja dapat saja dikoreksi atau bahkan diubah atas dasar pertimbangan sebagai berikut:
1. Ajaran gereja dibuat oleh manusia melalui sebuah proses penafsiran Alkitab. Dalam proses penafsiran Alkitab tersebut ada kemungkinan bahwa manusia keliru menafsir. Apabila hal itu terjadi maka ajaran gereja perlu dikoreksi.
2. Gereja hidup dalam zaman yang terus berubah. Oleh karena itu apabila ajaran gereja dipandang sudah tidak memadai lagi untuk dapat dipergunakan sebagai pedoman bagi gereja dan warganya dalam menjawab tantangan zaman, maka ajaran gereja tersebut perlu ditinjau kembali dan dilakukan perubahan.
3. Apabila hendak dilakukan koreksi atau perubahan terhadap ajaran gereja, maka hal itu haruslah dilakukan sesuai ketentuan dan prosedur yang benar.
[Band. Kis.15:1-21; 2Ptr.3:15,16]


BAB DUA
A L K I T A B

Minggu ke-2, ALKITAB, KEGUNAAN DAN KEWIBAWAANNYA

6. Pert : Apakah Alkitab itu?
Jwb : Alkitab adalah kumpulan tulisan yang diyakini oleh gereja dan orang-orang percaya sebagai Firman Allah, yang terdiri dari 66 kitab dan terbagi dalam dua bagian yaitu Perjanjian Lama (39 kitab) dan Perjanjian Baru (27 kitab).

7. Pert : Apakah artinya bahwa Alkitab adalah firman Allah?
Jwb : Artinya melalui Alkitab, Allah menyatakan maksud dan kehendak-Nya untuk menyelamatkan manusia dalam rangka sejarah penyelamatan-Nya.
[Yes.30:8; Yer.51:60; 1Kor.14:37; 2Kor.13:10; 1Tes.2:13,14]

8. Pert : Siapakah penulis ke-66 kitab dan yang menghimpunnya ke dalam Alkitab?
Jwb : Yang menulis ke-66 kitab dan yang menghimpunnya ke dalam Alkitab adalah orang-orang yang dipakai oleh Allah untuk menyatakan maksud dan kehendak-Nya. Orang-orang tersebut berasal dari latar belakang, tempat dan zaman yang berbeda-beda. Penulisannya pun dalam bahasa yang berbeda-beda dan dengan mempergunakan bentuk sastra yang berbeda-beda pula.
[Luk.1:1-4; Kis.1:1; Rm.1:1; 1Kor.1:1; 5:9; Mazmur-mazmur; dll.]

9. Pert : Bagaimana campur tangan Allah dinyatakan dalam penulisan dan pengumpulan ke-66 kitab yang kemudian terhimpun di dalam Alkitab?
Jwb : Campur tangan Allah dinyatakan dalam hikmat yang menyertai para penulis dan pengumpul ke-66 kitab itu melalui pimpinan dan penyertaan Roh Kudus.
[1Kor.1:1, 16; Gal.1:1; band. Kis.15:28]

10. Pert : Bagaimana kita mengerti bahwa Roh Kudus bekerja memimpin dan menyertai mereka?
Jwb : Hal itu dapat kita mengerti dari buah pekerjaan yang dihasilkannya, sebagaimana nampak dari kenyataan bahwa sekalipun Alkitab ditulis oleh orang-orang berbeda asal dan latar-belakangnya, namun semua tulisan itu berbicara tentang hal yang sama dan untuk satu tujuan yang sama, yaitu penyelamatan Allah atas manusia.
[Rm.15:4; 1Kor.2:11-13; 2Tim.3:14-17; 2Pet 1:19-21]

11. Pert : Apakah ke-66 kitab sebagai Firman Allah yang terdapat di dalam Alkitab itu sudah cukup untuk menyatakan maksud dan kehendak Allah?
Jwb : Untuk menyatakan maksud dan kehendak-Nya, Allah dapat berfirman dengan berbagai cara dan dalam waktu yang tidak dapat dibatasi oleh manusia. Namun dalam rangka menyatakan maksud dan kehendak-Nya untuk menyelamatkan manusia, maka melalui ke-66 kitab yang terdapat di dalam Alkitab itu sudah cukup. Ke-66 kitab yang terdapat di dalam Alkitab itu oleh gereja-gereja di dalam sejarahnya telah diterima sebagai tulisan-tulisan yang kanonik[21]) dalam arti diakui, sah, tidak diragukan kebenarannya dan dianggap cukup.

12. Pert : Mengapa ke-66 kitab dalam Alkitab itu dikelompokkan menjadi dua bagian yang disebut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru?
Jwb : Hal itu didasarkan pada jalannya peristiwa penyelamatan Allah atas manusia, sebagaimana dapat dimengerti dari penalaran sebagai berikut:
1. Sejarah penyelamatan Allah atas manusia teranyam dalam sejarah manusia itu sendiri, yang terbagi dalam zaman Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
2. Perjanjian Lama berisikan firman Allah yang berhubungan dengan janji dan karya penyelamatan Allah kepada manusia sebagaimana teranyam dalam peristiwa bangsa Israel sampai dengan pemenuhan janji dan karya Allah itu melalui kedatangan Tuhan Yesus Kristus. Sedangkan Perjanjian Baru berisikan firman Allah yang berhubungan dengan peristiwa penyelamatan Allah sebagaimana teranyam dalam sejarah Israel dan semua bangsa di dunia dengan pemenuhan janji Allah sejak kedatangan Tuhan Yesus Kristus sampai tercapainya pemenuhan keselamatan yang sempurna.
3. Firman Allah di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tersebut keduanya berhubungan dengan karya penyelamatan Allah yang satu dan sama, dan di dalam sejarah penyelamatan Allah yang satu dan sama pula. Oleh karena itu Alkitab yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru pada dasarnya merupakan satu bagian yang utuh dan tak terpisahkan, serta bersifat saling menjelaskan.
[Penyelamatan Israel dinyanyikan misalnya di dalam Mzm.105; Dari Kejadian s/d Maleakhi dari Matius s/d Wahyu; misalnya silsilah Yesus di dalam Mat.1: 1-17, dll.]

13. Pert : Bagaimanakah hubungan antara Alkitab dengan karya penyelamatan Allah atas manusia?
Jwb : Alkitab dipergunakan oleh Allah di dalam karya penyelamatan-Nya atas manusia.

14. Pert : Bagaimana kita dapat mengerti bahwa Alkitab dipergunakan oleh Allah di dalam karya penyelamatan-Nya atas manusia?
Jwb : Hal itu dapat dimengerti dari kenyataan bahwa:
1. Melalui Firman Allah di dalam Alkitab, terjadi terus menerus peristiwa penyelamatan Allah ke atas manusia. Artinya terjadi terus menerus adanya orang yang menerima penyelamatan Allah sehingga lahirlah gereja di seluruh dunia.
2. Dengan adanya Alkitab, orang percaya terpelihara iman dan keselamatannya.
[Yoh.2:22; Rm.15:4; 1Tes.1:8-9; 2Tim.3:15]

15. Pert : Bagaimanakah cara Allah menggunakan Alkitab di dalam karya penyelamatan-Nya atas manusia sehingga menghasilkan buah yang demikian itu?
Jwb : Dengan cara Allah turut bekerja secara aktif sebagai Roh Kudus di dalam hati orang yang membaca atau mendengar berita penyelamatan Allah atas manusia yang ditulis di dalam Alkitab. Dengan demikian Allah menolongnya untuk dapat mengerti, memahami dan kemudian percaya, serta menerima penyelamatan Allah.
[Luk.4:17-21; band.Kis.10:44-48]

16. Pert : Apakah oleh bekerjanya Roh Kudus dalam hati manusia setiap orang yang membaca atau mendengar berita penyelamatan Allah dari Alkitab pasti akan menerima penyelamatan Allah?
Jwb : Orang yang membaca atau mendengar berita penyelamatan Allah dalam Alkitab belum tentu menerima penyelamatan Allah. Sebab Roh Kudus yang bekerja dalam hati manusia adalah untuk menolong dan bukan memaksa. Itu berarti bahwa Roh Kudus tidak hendak merampas kebebasan manusia untuk mengambil keputusan bagi dirinya sendiri, yaitu untuk menerima atau menolak penyelamatan Allah.
[Mat.12:31,32 dan paralelnya hubungkan dengan Yoh.3:14,27 dan Yes.43:3; 59:21; Kis.7:51-53]

17. Pert : Dengan demikian apakah tujuan Allah menggunakan Alkitab dalam rangka penyelamatan-Nya atas manusia?
Jwb : Tujuan Allah menggunakan Alkitab dalam rangka penyelamatan-Nya atas manusia adalah untuk:
1. Memberitakan penyelamatan Allah ke atas manusia.
2. Menunjukkan bagaimana manusia harus bersikap terhadap penyelamatan Allah itu agar diselamatkan.
3. Mengajar mereka yang telah percaya agar menjalani kehidupannya di dunia ini dengan benar sehingga mencapai kesempurnaan keselamatan di dalam kemuliaan-Nya.
[Kis.2:14-36; 7:1-53; 2Tim.3:15-17]

18. Pert : Dengan memahami Alkitab dan kegunaannya sebagaimana dijelaskan di atas, bagaimana kita memahami kewibawaan Alkitab?
Jwb : Alkitab memiliki kewibawaan yang mutlak, yaitu sebagai satu-satunya sumber yang benar bagi orang percaya untuk mengetahui segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelamatan Allah atas manusia, serta menjadi dasar dan pedoman sikap bagi orang-orang percaya dalam menjalani hidupnya di tengah-tengah dunia dengan berbagai tantangannya.

BAB TIGA
PENYELAMATAN ALLAH

Minggu ke-3, ARTI DAN HAKIKAT PENYELAMATAN ALLAH

19. Pert : Apakah yang dimaksud dengan penyelamatan Allah?
Jwb : Penyelamatan Allah adalah tindakan Allah melepaskan manusia dari kondisi tidak selamat.
[Luk.1:47; 1Tim.4:10; Yud.25]

20. Pert : Apakah hakikat penyelamatan Allah?
Jwb : Hakikat penyelamatan Allah adalah tindakan Allah mengembalikan manusia ke dalam hubungan yang benar dengan diri-Nya, sehingga manusia dapat membangun relasi dengan sesama dan alam.
[Luk.23:43; Yoh.1:11; Rm.5:10,11]

21. Pert : Apakah isi penyelamatan Allah?
Jwb : Penyelamatan Allah pada dasarnya berisi:
1. Keyakinan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi serta manusia dalam keadaan yang baik.
2. Keyakinan bahwa oleh karena dosa manusia berada di dalam kondisi tidak selamat.
3. Keyakinan bahwa dengan kekuatan dan usahanya sendiri manusia tidak dapat selamat.
4. Keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya yang berkuasa dan berkenan menyelamatkan manusia dari kondisi tidak selamat.
[Kej 1:31; Rm.3:21-26; 5:12-21; band. Mzm.51:7].

22. Pert : Apakah asas-asas penyelamatan Allah?
Jwb : Asas-asas penyelamatan Allah itu adalah:
1. Kasih Allah kepada manusia sebagaimana dinyatakan melalui pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib hingga kebangkitan-Nya untuk menebus dosa manusia.
2. Pengampunan dosa oleh karena percaya kepada Yesus Kristus sebagai Juru Selamat.
3 Pembenaran manusia di hadapan Allah sehingga manusia dikembalikan ke dalam hubungan yang benar dengan Allah.
[Yes.53:3-5; Luk.1:77 (baca ayat 67-80); Rm.3:24; 4:6-8; 5:9-11; 2Kor.5:21; Ef.1:7; Kol.1:14; Ibr.9:22; 1Ptr.2:24]

23. Pert : Bagaimana penyelamatan Allah ke atas manusia itu kita pahami?
Jwb : Penyelamatan Allah itu kita pahami sebagai anugerah karena:
1. Dilakukan atas dasar kasih Allah.
2. Melalui kehendak dan prakarsa Allah.
3. Dikerjakan oleh Allah.
[Yoh.3:16; Ef.2:1-9; Tit.3:3-7; 1Yoh.4:9,10]

24. Pert : Bagaimana penyelamatan Allah yang adalah anugerah itu dapat dinalar?
Jwb : Hal itu dapat dinalar sebagai berikut:
1. Allah menyelamatkan manusia karena Ia mengasihi manusia.
2. Allah mengasihi manusia karena bagi-Nya manusia berharga untuk dikasihi.
3. Bagi Allah manusia berharga untuk dikasihi karena manusia mempunyai martabat di atas semua makhluk yang lain.
4. Martabat manusia itu adalah bahwa manusia merupakan satu-satunya makhluk yang diciptakan segambar dengan Allah.
[Kej.1:26,27; Yoh.3:16; 1Yoh.4:9,10; band. Ef.4:24; Kol.3:10]

25. Pert : Mengapa manusia berada dalam kondisi tidak selamat?
Jwb : Karena manusia telah jatuh ke dalam dosa.
[Kej.3:1-24; Rm.6:23]

26. Pert : Bagaimana dijelaskan bahwa manusia berada dalam kondisi tidak selamat karena jatuh ke dalam dosa?
Jwb : Hal itu dijelaskan di dalam Alkitab melalui cerita bahwa:
1. Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi serta manusia dalam kondisi yang baik.
2. Kondisi yang baik itu digambarkan dalam bentuk hubungan yang harmonis antara manusia dengan Allah, manusia dengan sesamanya, serta manusia dengan alam.
3. Oleh karena dosa manusia maka hubungan yang baik itu menjadi rusak, bahkan karenanya kemudian manusia menerima hukuman Allah.
[Kej 1:31; 3:1-20].

27. Pert : Jika demikian apa yang dimaksud dengan kondisi tidak selamat?
Jwb : Kondisi tidak selamat adalah kondisi manusia di luar hubungan yang benar dengan Allah. Kondisi tersebut digambarkan melalui cerita bahwa setelah jatuh ke dalam dosa dan menerima hukuman Allah, manusia dikeluarkan dari taman Eden sehingga harus menjalani hidupnya di luar taman Eden.
[Kej. 3:21-24; Rm. 1:18-32; 5:12-14]

28. Pert : Apa yang dimaksud dengan dosa?
Jwb : Berdasarkan berita Alkitab tentang kejatuhan manusia ke dalam dosa di taman Eden, kita dapat mengerti bahwa:
1. Dosa adalah sikap memberontak manusia sebagai makhluk terhadap Allah sebagai khalik.
2. Sikap memberontak itu dimungkinkan terjadi karena kebebasan yang diberikan oleh Allah kepada manusia.
[Kej.2: 16,17; Rm.1:28 (baca ayat 18-32); 1Yoh 3:4]

29. Pert : Apa konsekuensinya berada dalam kondisi tidak selamat?
Jwb : Konsekuensinya ialah bahwa sejak saat itu semua orang dikandung dan dilahirkan di dalam kondisi di luar hubungan yang benar dengan Allah, di dalam kondisi tidak selamat, di dalam kondisi dosa.
[1Raj.8:46; 2Taw.6:36; Mzm.51:7; Pkh.7:20; 1Yoh.1:8]

30. Pert : Apa akibatnya manusia dikandung dan dilahirkan dalam kondisi dosa?
Jwb : Akibatnya di dalam kehidupan manusia, selalu terdapat berbagai macam bentuk kejahatan. Hal itulah yang menyebabkan manusia dengan kekuatan dan usahanya sendiri tidak mampu menyelamatkan diri.
[Rm.7:24 (baca 7:14-26)]

31. Pert : Apakah keadaan manusia yang demikian itu merupakan keadaan yang tidak berpengharapan?
Jwb : Tidak. Masih ada harapan, sebab Allah di dalam kedaulatan-Nya berkehendak, berprakarsa dan bertindak menyelamatkan manusia.
[Rm.7:25; band. Yes.1:18; 43:25; 44:22]

Minggu ke-4, PERISTIWA PENYELAMATAN ALLAH

32. Pert : Bagaimana penyelamatan Allah itu dilaksanakan?
Jwb : Penyelamatan Allah dilaksanakan dengan cara Allah melibatkan diri di dalam kehidupan manusia. Dengan demikian penyelamatan Allah itu dilaksanakan dan sekaligus teranyam di dalam kehidupan dan sejarah kehidupan manusia.
[Tersimak mis. dalam silsilah Yesus, Mat.1:1-17; Luk.3:23-38; juga dalam Ibr.1:1; 10:17]

33. Pert : Darimana dan bagaimana kita mengerti bahwa penyelamatan Allah itu dilaksanakan dan sekaligus teranyam di dalam kehidupan dan sejarah kehidupan manusia?
Jwb : Hal itu kita mengerti dari Alkitab dan dari sejarah penyelamatan Allah yang berlanjut di dalam sejarah gereja sampai hari ini dan seterusnya. Sejarah penyelamatan Allah itu berpusat pada tiga peristiwa yang utuh, berkesinambungan dan saling terkait, yaitu: peristiwa bangsa Israel, peristiwa manusiawi Yesus dan peristiwa Roh Kudus.

Jika sejarah penyelamatan Allah itu kita lukiskan sebagai suatu garis lurus yang belum selesai ditarik, maka ketiga peristiwa tersebut sekaligus menandai periode-periode dalam sejarah penyelamatan Allah, yaitu periode Perjanjian Lama (PL) yang ditandai dengan peristiwa bangsa Israel hingga peristiwa manusiawi Yesus, dan periode Perjanjian Baru (PB), yaitu kelanjutan dari peristiwa manusiawi Yesus hingga peristiwa Roh Kudus.

Periode PL Periode PB
Peristiwa Bangsa Israel – Peristiwa Manusiawi Yesus – Peristiwa Roh Kudus

34. Pert : Apa yang dimaksud dengan peristiwa bangsa Israel?
Jwb : Yang dimaksud dengan peristiwa bangsa Israel adalah peristiwa di mana Allah berkenan menganyamkan pelaksanaan penyelamatan-Nya atas manusia di dalam dan melalui kehidupan bangsa Israel sejak pemilihan Bapa leluhur sampai kehidupan bangsa Israel di tanah perjanjian.
[Tersimak mis.dalam pidato perpisahan Yosua, Yos.24:1-18; Kel.6:6,7; 20:1-17; Ul.4:20]

35. Pert : Apa yang dimaksud dengan peristiwa manusiawi Yesus?
Jwb : Peristiwa manusiawi Yesus adalah peristiwa datangnya Allah sendiri, yang dalam pelaksanaan penyelamatan-Nya melibatkan diri di dalam kehidupan manusia dalam wujud manusia Yesus Kristus, sejak kelahiran-Nya sampai kenaikan-Nya ke sorga.
[Doksologi[22]), peristiwa itu diikhtisarkan di Flp.2:5-11, dan dikisahkan di dalam Injil-Injil]

36. Pert : Apakah yang dimaksud dengan peristiwa Roh Kudus?
Jwb : Yang dimaksud dengan peristiwa Roh Kudus adalah peristiwa yang terjadi setelah berakhirnya peristiwa manusiawi Yesus, yaitu setelah kenaikan-Nya ke sorga, yang ditandai dengan turunnya Roh Kudus pada hari Pentakosta dan bekerjanya Roh Kudus itu di dalam hati manusia, hingga waktu kesempurnaan keselamatan.
[Yl.2:28-32; Yoh.14:26; 15:26,27; Kis.2:1-13; 1Kor.6:11; 2Kor.5:5 (baca ayat 4:16-5:10); Ef.1:13,14]

37. Pert : Bagaimana hubungan antara peristiwa bangsa Israel, perisitiwa manusiawi Yesus dan peristiwa Roh Kudus?
Jwb : Hubungan antara peristiwa bangsa Israel, perisitiwa manusiawi Yesus dan peristiwa Roh Kudus adalah bahwa ketiganya merupakan satu kesatuan dalam keseluruhan rencana penyelamatan Allah, yaitu:
1. Melalui peristiwa bangsa Israel, Allah menganyamkan karya penyelamatan-Nya yang disertai dengan pernyataan janji penyelamatan-Nya.
2. Melalui peristiwa manusiawi Yesus, Allah memenuhi janji yang dinyatakan-Nya selama periode Perjanjian Lama, yaitu di dalam dan melalui peristiwa bangsa Israel.
3. Melalui peristiwa Roh Kudus Allah melanjutkan karya penyelamatan-Nya ke atas manusia dengan meluaskan pengampunan dosa yang berasal dari peristiwa manusiawi Yesus itu kepada segala bangsa.
[Diikhtisarkan dalam silsilah Yesus, Mat.1:1-17; Luk.3:23-38; Kis.1:8 (baca ayat 4-11); 2:1-13; 10:44-48 (baca ayat 34-43); Gal.4:4,5 (baca ayat 1-7); Ef.2:18,19; 3:5,6]

Minggu ke-5, KETRITUNGGALAN ALLAH

38. Pert : Adakah hubungan antara penyelamatan Allah dengan iman gereja tentang ketritunggalan Allah?
Jwb : Ada, yaitu bahwa Allah yang telah berkarya dalam peristiwa bangsa Israel, peristiwa manusiawi Yesus dan peristiwa Roh Kudus itu disebut sebagai: Bapa, Anak dan Roh Kudus.
[Rumusan trinitas atau ketritunggalan Allah hanya ada di dalam Mat.28:19; band. rumusan sakraman baptis, dll., Kis.2:38, serta hubungan Bapa dan Anak dalam Pentakosta di Kis.2:33]

39. Pert : Apakah yang dimaksud oleh gereja awal dengan rumusan tentang ketritunggalan Allah itu?
Jwb : Dengan rumusan ketritunggalan Allah itu, gereja awal mempunyai maksud:
1. Memberi penalaran dengan bahasa dunia yang berlaku pada zaman itu, mengenai penyelamatan Allah ke atas manusia.
2. Memberi pegangan iman bagi orang-orang percaya pada zaman itu untuk menjalani kehidupannya.
3. Bersaksi kepada dunia tentang penyelamatan Allah ke atas manusia yang telah dialaminya.

40. Pert : Apakah ajaran tentang Allah tritunggal itu harus tetap dipertahankan walaupun dunia dan zaman kita sudah berbeda dengan dunia dan zaman gereja awal?
Jwb : Pemahaman gereja awal tentang Allah tritunggal itu telah menjadi tradisi gereja dan tercantum di dalam Alkitab. Itu berarti bahwa ajaran tentang Allah tritunggal difungsikan oleh Allah dalam pekerjaan penyelamatan-Nya, baik sebagai alat kesaksian maupun sebagai alat pemeliharaan iman. Oleh karena itu kita perlu mempertahankannya.

41. Pert : Bagaimana kita mempertahankan pemahaman gereja awal itu, sebab di dalam sejarah gereja ternyata pemahaman gereja awal tentang Allah tritunggal itu oleh pemikir-pemikir kristen dijelaskan dengan cara dan isi yang berbeda-beda?
Jwb : Yang kita pertahankan adalah latar belakang pengertiannya, yaitu cara Allah melaksanakan penyelamatan-Nya di dalam sejarah.

42. Pert : Bagaimana rumusan Bapa, Anak dan Roh Kudus itu dapat dijelaskan?
Jwb : Berdasarkan cara pelaksanaan penyelamatan Allah di dalam sejarah, ketritunggalan Allah dapat dijelaskan demikian:
1. Dalam hubungan dengan peristiwa bangsa Israel sebagaimana tertulis dalam kitab Perjanjian Lama, Allah dikenal sebagai Bapa.
2. Dalam hubungan dengan peristiwa manusiawi Yesus sebagaimana tertulis dalam kitab Perjanjian Baru, Allah dikenal juga sebagai Anak.
3. Dalam hubungan dengan peristiwa Roh Kudus, sebagaimana tertulis dalam kitab Perjanjian Baru dan di dalam sejarah gereja hingga kini, Allah dikenal juga sebagai Roh Kudus.

43. Pert : Bagaimana hubungan antara sebutan Bapa dan Anak?
Jwb : Sebagai suatu cara yang manusiawi untuk memahami Allah di dalam pekerjaan penyelamatan-Nya, maka sebutan Bapa dan Anak itu tidak menyatakan hubungan biologis, melainkan menyatakan hubungan langkah-langkah Allah di dalam karya penyelamatan-Nya.
[Mat.3:17 ( baca ayat 13-17); Yoh.1:1-3]

44. Pert : Apakah Bapa, Anak dan Roh Kudus itu masing-masing pribadi?
Jwb : Bapa, Anak dan Roh Kudus itu Allah yang satu dan sama. Jadi, pribadinya hanya satu, yaitu Allah.
[Yoh.10:30; 14:9; 1Yoh.5:7]

45. Pert : Oleh karena Bapa, Anak dan Roh Kudus itu satu pribadi, maka bagaimana penjelasan tentang Yesus yang berdoa kepada Bapa dan tentang Bapa memberikan Roh Kudus kepada murid-murid Yesus?
Jwb : Penjelasan tentang Yesus yang berdoa kepada Bapa dan tentang Bapa memberikan Roh Kudus kepada murid-murid Yesus adalah sebagai berikut:
1. Tentang Yesus yang berdoa kepada Bapa dapat kita pahami atas dasar penalaran bahwa Yesus adalah Allah yang masuk melibatkan diri di dalam kehidupan manusia dengan cara yang begitu manusiawi dan menjalani kehidupan-Nya dengan cara yang manusiawi pula. Dalam hal Yesus yang berdoa kepada Bapa, Ia menempatkan diri dalam posisi menggantikan manusia.
2. Tentang Bapa yang memberikan Roh Kudus kepada murid-murid Yesus dan orang-orang percaya, hal itu dapat dimengerti dari penalaran bahwa Allah sendiri yang datang dan bekerja sebagai Kuasa di dalam hati mereka, untuk menolong mereka sehingga mampu mempertahankan keselamatannya.
[Yoh.20:22; Flp.2:7,8; Ibr.2:14-18; 4:14,15]

46. Pert : Apakah sebutan Bapa di dalam ketritunggalan Allah itu sama dengan sebutan Bapa dalam doa atau pujian kita?
Jwb : Kedua sebutan itu memang menunjuk kepada Allah yang satu dan sama. Tetapi ada perbedaan pengertian di antara keduanya. Perbedaan itu adalah:
1. Bapa di dalam ketritunggalan Allah adalah sebutan dalam hubungan dengan pelaksanaan penyelamatan Allah di dalam sejarah manusia.
2. Bapa di dalam doa atau pujian adalah sapaan dalam hubungan dengan keselamatan yang telah diterima oleh orang percaya. Di dalam Alkitab, salah satu cara menjelaskan penyelamatan Allah ke atas manusia itu dengan lukisan dari dunia keluarga. Manusia berdosa itu dilukiskan sebagai anak durhaka yang memberontak kepada bapaknya. Penyelamatan Allah dilukiskan sebagai tindakan bapak yang menerima dan mengampuni anak durhaka. Dari lukisan itu dapat dimengerti sebutan “anak-anak Allah” bagi orang percaya yang menyebut Allah sebagai “Bapa”.
[Mat.28:19; band.Yes.9:5; Yes.63:16; Yer.3:4; Mal.2:10; Mat.5:16; 5:45,48; 6:6,9; Luk.15:11-32; Yoh.1:12; Rm.8:14-17; Gal.4:4-7]

47. Pert : Apakah Roh Kudus bekerja hanya di dalam masa peristiwa Roh Kudus?
Jwb : Karena Roh Kudus adalah Allah sendiri, maka Ia bekerja di segala masa, yaitu sejak penciptaan hingga peristiwa bangsa Israel, maupun peristiwa manusiawi Yesus. Tetapi di dalam peristiwa Roh Kudus dengan wataknya yang khas, Roh Kudus bekerja secara khas pula, yaitu menolong manusia untuk mengerti dan percaya kepada Yesus.
[Kej.1:1; Yes.63:10; Mrk.12:36; Luk.1:15; Kis.11:15,16; 9:31]

Minggu ke-6, SIAPA YANG DISELAMATKAN DAN BAGAIMANA SIKAP YANG DAPAT MEMBUAT ORANG DISELAMATKAN

48. Pert : Apakah penyelamatan Allah hanya berlaku untuk orang tertentu saja atau untuk semua orang?
Jwb : Allah menghendaki semua orang diselamatkan. Tetapi untuk diselamatkan orang harus menentukan sikapnya terhadap penyelamatan Allah. Jadi, tidak dengan sendirinya semua orang diselamatkan.
[Yes.49:6; 42:6; band. Yes.60:1-3; Mat.8:28-34; Luk.2:30-32; Kis.10:36,44-48; 13:47; 26:23; 1Tim.2:4-7]

49. Pert : Bagaimana sikap yang dapat membuat orang diselamatkan?
Jwb : Menerima penyelamatan Allah dan merelakan dirinya diselamatkan oleh Allah. Sikap demikian inilah yang disebut percaya atau beriman.
[Luk.8:12; Yoh. 3:16-17; 20:31; Ef.2:8]

50. Pert : Unsur-unsur apa saja yang terkandung di dalam sikap percaya?
Jwb : Sikap percaya mengandung empat unsur, yaitu:
1. Kesadaran dan pengakuan bahwa dirinya berada di dalam kondisi tidak selamat.
2. Pengetahuan mengenai tindakan penyelamatan Allah terhadap dirinya.
3. Penyerahan diri.
4. Bersyukur.
[Luk.5:27-29; Kis.6:7; 16:30-34; Rm.7:23-25; 1Tim.1:15; 2Tim.1:8-10]

51. Pert : Apakah isi unsur pertama?
Jwb : 1. Menyadari dan mengakui di hadapan Allah bahwa dirinya adalah pendosa, sehingga pasti dihukum oleh Allah.
2. Menyadari dan mengakui bahwa dirinya tidak mampu melepaskan diri dari hukuman Allah dengan kekuatannya sendiri.
3. Menyadari dan mengakui bahwa dirinya membutuhkan pertolongan agar terlepas dari hukuman Allah.
[Mzm.51:3-13; Luk.23:40-42; 7:40-43 (baca ayat 36-50); Rm.7:23-25; Ef.2:3-9]

52. Pert : Apakah isi unsur kedua?
Jwb : Mengetahui dan mengakui bahwa berdasarkan kasih-Nya kepada manusia Allah memberikan jalan kelepasan yang dibutuhkan, yaitu di dalam kematian dan kebangkitan Yesus.
[Kis.4:10-12; IKor.15:1-4; band. Rm.5:6-10]

53. Pert : Apakah isi unsur ketiga?
Jwb : Menyerahkan diri dan bergantung sepenuhnya kepada pertolongan Allah dalam kematian dan kebangkitan Yesus demi kelepasan dirinya dari hukuman Allah.
[Mat.8:5-13; Luk.23:40-42]

54. Pert : Apakah isi unsur keempat?
Jwb : Menjalani hidup dengan penuh syukur atas anugerah penyelamatan Allah dan berusaha dengan sungguh-sungguh hidup sesuai Firman-Nya.
[Rm.12:1,2; Ibr.13:15,16; 1Ptr.2:1-5]

55. Pert : Bagaimana manusia dapat bersikap percaya?
Jwb : Sikap percaya adalah keputusan manusia sendiri di dalam kebebasannya. Tetapi manusia dapat bersikap demikian karena pertolongan Allah.
[Mrk.1:15; 16:15,16; Kis.10:44-48; 11:15]

56. Pert : Bagaimana pertolongan Allah dapat kita mengerti?
Jwb : Allah bekerja sebagai kuasa, yaitu Roh Kudus. Ia menolong dan menerangi hati dan akal budi manusia agar dapat mengerti bahwa Yesus adalah Allah yang datang untuk menyelamatkan manusia. Meskipun demikian Allah tetap menempatkan manusia di dalam kebebasannya, sehingga manusia dapat menerima tetapi juga dapat menolak.
[Yoh.3:34-36; Kis.8:30; 16:14; 1Kor.12:3b;]

57. Pert : Apa makna Allah menempatkan manusia dalam kebebasannya?
Jwb : Di dalam kebebasan manusia terletak tanggung jawab mengenai keselamatan yang ditawarkan kepadanya sebagai anugerah. Dengan demikian keselamatan seseorang bukan nasib atau takdir.
[Mat.22:1-14 dan paralelnya; Mrk.16:12,16; Luk.13:22-30]

58. Pert : Bagaimana hubungan percaya dan bertobat?
Jwb : Setiap orang yang menyatakan percaya sekaligus menyatakan pula pertobatannya.
[Mrk.1:15; Kis.20:20,21]

59. Pert : Apakah yang dimaksud pertobatan?
Jwb : Pertobatan adalah akibat dan perwujudan dari percaya. Dilihat dari isinya pertobatan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Pertobatan dasar, yaitu pertobatan yang terjadi ketika seseorang berbalik hatinya dari tidak percaya menjadi percaya. Pada seseorang pertobatan yang demikian hanya terjadi sekali saja.
2. Pertobatan senantiasa, yaitu pertobatan yang terjadi ketika seseorang yang sudah percaya, karena kelemahan manusiawinya dapat berulang kali terjatuh ke dalam dosa, kemudian menyesali dosanya dan bertobat. Pertobatan senantiasa dilakukan orang percaya terus-menerus sepanjang hidupnya sebagai orang yang sudah diselamatkan.
[Yer.18:8-11; Yeh.18:21-23; Mat.26:75 (baca ayat 69-75) hubungkan dengan Yoh.21:15-17; 2Tim.2:25,26; Ibr.6:4-6]


Minggu ke-7, PERJALANAN KESELAMATAN

60. Pert : Dengan percaya dan pertobatan dasar kapan manusia menerima dan mengalami keselamatannya?
Jwb : Keselamatan sebagai buah pekerjaan penyelamatan Allah sudah diterima dan dialami oleh orang yang percaya pada waktu hidupnya di dunia. Tetapi keselamatan itu masih akan mencapai kesempurnaannya kelak dalam persekutuan dengan Allah di sorga. Oleh karena itu kehidupan orang percaya di dunia merupakan perjalanan keselamatan, yaitu perjalanan menuju kesempurnaan keselamatan.
[2Kor.5:1; Tit.2:11-13; 1Ptr.1:3-5; 1:17; 2:11; 1Yoh.3:1,2]

61. Pert : Dalam rangka perjalanan keselamatan tersebut, apakah keselamatan yang telah diterima oleh orang percaya sekarang ini sudah aman dan pasti akan mencapai kesempurnaannya?
Jwb : Tidak. Sebab ada kemungkinan karena suatu penggodaan, orang percaya melepaskan percayanya, sehingga gagal di jalan dan tidak dapat mencapai kesempurnaan keselamatan.
[1Kor.10:1-13; 1Ptr.5:4; 5:8-10]

62. Pert : Apakah hal itu berarti bahwa tidak ada kepastian mengenai keselamatan yang dikerjakan oleh Allah?
Jwb : Ada kepastian keselamatan bagi orang percaya, karena ada pengampunan dosa manusia melalui karya penyelamatan Allah di dalam Yesus Kristus.
[2Kor.5:21; 1Ptr.1:3-5]

63. Pert : Apakah ada jaminan dari Allah bahwa barangsiapa yang percaya pasti memperoleh keselamatan?
Jwb : Ada. Jaminan itu diberikan oleh Allah dengan cara bahwa barangsiapa percaya dimeteraikan dengan Roh Kudus.
[Yoh.16:13; Kis.10:44-48; 15:8; 2Kor.5:5; Ef.1:13,14; Ibr.2:1-4]

64. Pert : Bagaimana kita memahami kemungkinan kegagalan orang percaya di dalam perjalanan keselamatannya?
Jwb : Kemungkinan gagalnya orang percaya mencapai kesempurnaan keselamatan berasal dari kelemahan manusia sendiri, karena kecenderungan sikapnya yang bertentangan dengan kehendak Roh Kudus.
[Mat.13:20,21; (baca ayat 18-23); Gal.4:8,9; 1Tim.4:1,2; 2Tim.2:11-13; Ibr.6:4-6; 2Ptr.2:1-19]

65. Pert : Bukankah orang percaya di dalam perjalanan keselamatannya selalu ditolong oleh Roh Kudus?
Jwb : Benar. Roh Kudus memang senantiasa menolong orang percaya, tetapi pertolongan Roh Kudus tidak dengan sendirinya membuat iman orang percaya terpelihara. Roh Kudus tetap memperlakukan orang percaya sebagai manusia yang memiliki kebebasan untuk mengikuti atau tidak mengikuti pimpinan Roh Kudus. Dengan demikian, Roh Kudus tetap menempatkan orang percaya dalam keadaan harus bergumul, berusaha dan bertanggung jawab terhadap keselamatan yang telah diterimanya.
[Mat.12:31,32 (dan paralelnya); Ef.4:30]

66. Pert : Bagaimana pergumulan dan usaha orang percaya untuk memelihara keselamatannya?
Jwb : Pergumulan dan usaha orang percaya untuk memelihara keselamatannya dilukiskan di dalam Alkitab sebagai suatu peperangan rohani di mana orang percaya harus melengkapi diri dengan perlengkapan senjata Allah.
[1Tim.6:12; band. 2Kor.10:3,4; Ef.6:10-18; Flp.1:27-30; 1Ptr.5:7; Yud.3]

67. Pert : Apakah pergumulan dan usaha orang percaya untuk memelihara keselamatannya itu sepenuhnya merupakan pergumulan dan usaha pribadi yang dilakukannya seorang diri?
Jwb : Bukan. Sekalipun memang setiap orang harus bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri, tetapi pergumulan dan usaha itu dilakukan di dalam persekutuan orang-orang percaya dan dibantu oleh gereja melalui upaya penggembalaan.
[Mat.18:15-17; Gal.6:1,2; 1Tes.5:11 (baca 5-11); Ibr.3:12-14; Yak.5:19-20]

68. Pert : Bagaimana seharusnya sikap orang percaya di dalam perjalanan keselamatannya?
Jwb : Di dalam pergumulan dan usaha untuk memelihara keselamatannya, sikap yang paling tepat bagi orang percaya ialah dengan rendah hati:
1. Mengakui kelemahan manusiawinya.
2. Waspada dalam menghadapi masalah atau penggodaan apapun.
3. Terbuka untuk mendengarkan dan memper­hatikan teguran atau peringatan dari saudara seiman.
4. Terbuka untuk menerima penggembalaan yang dilakukan oleh gereja.
5. Mengharapkan dan menaati pertolongan Roh Kudus.
6. Memelihara hubungan yang benar dan akrab dengan Tuhan. Contoh: membaca Alkitab, berdoa, bersekutu dan lain-lain.
[Luk.11:4b; Yoh.14:26; 20:27-29; 21:15-17; 1Kor.10:12,13; Kol.2:8; 3:16; 1Tes.5:12, 13,19; Ibr.3:8;]

BAB EMPAT
GEREJA DAN TATA KEHIDUPAN GEREJA

Minggu ke-8, GEREJA

69. Pert : Bagaimana sikap percaya dinyatakan?
Jwb : Sikap percaya dinyatakan melalui kehidupan religius sebagai wujud hubungan manusia dengan Allah.
[Kis.2:37-41 dan lain-lain]

70. Pert : Apakah setiap orang percaya dapat menyatakan sikap percaya dengan cara mewujudkan kehidupan religiusnya sendiri-sendiri?
Jwb : Tidak. Pada dasarnya manusia secara kodrati menjalani kehidupannya di dalam kebersamaan dengan sesamanya. Oleh karena itu kehidupan religius orang-orang percaya diwujudkan dalam kehidupan bersama juga.
[Mat.16:18 (baca ayat 13-18); 18:17; Kis.1:14; 1Kor.1:2]

71. Pert : Bagaimana kehidupan bersama religius ditata di dalam penyelenggaraannya?
Jwb : Sama dengan semua kehidupan bersama religius yang lain manapun, maka kehidupan bersama religius yang dijalani oleh orang-orang percaya ditata dalam empat tatanan dasar, yaitu:
1. Tatanan pengakuan, disebut juga tatanan ajaran atau dogma.
2. Tatanan ibadat.
3. Tatanan hukum.
4. Tatanan keumatan, yang di dalam bahasa gereja disebut persekutuan.
[Lihat fenomenanya, band. Kis.2:42-47]

72. Pert : Kehidupan bersama religius yang demikian oleh orang-orang percaya dinamakan apa?
Jwb : Dinamakan gereja.
[Mat.16:18; Kis.9:31]

73. Pert : Apa makna tata kehidupan bersama religius, yang disebut gereja bagi orang-orang percaya?
Jwb : Bagi orang-orang percaya kehidupan bersama religius yang disebut gereja merupakan wadah dan saluran untuk menyatakan sikap percaya, serta untuk menghayati dan mengungkapkan hubungan orang-orang percaya dengan Allah.
[Kis.2:42-47; 1Kor.1-9]

74. Pert : Apakah gereja sepenuhnya merupakan buah pekerjaan manusia sendiri?
Jwb : Bukan. Sebab adanya gereja juga karena campur tangan Roh Kudus.
[Kis.9:31; 15:28 (baca ayat 22-29)]

75. Pert : Jika demikian apakah gereja itu?
Jwb : Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada Yesus Kristus, yang sekaligus merupakan buah pekerjaan penyelamatan Allah dan jawab manusia terhadap penyelamatan Allah, yang di dalamnya Roh Kudus bekerja dalam rangka pekerjaan penyelamatan Allah.

76. Pert : Dengan pemahaman tersebut di atas apa yang dapat dimengerti mengenai keberadaan gereja?
Jwb : 1. Gereja sebagai buah pekerjaan penyelamatan Allah; berarti Allah mengasihi, mempedulikan dan memelihara gereja. Ia juga berkenan menerima segala sesuatu yang dipersembahkan orang-orang percaya kepada-Nya melalui kehidupan gereja.
2. Gereja sebagai suatu kehidupan bersama religius yang dijalani oleh manusia untuk menjawab penyelamatan Allah; berarti gereja mempunyai watak-watak manusiawi dengan segala cederanya.
[Yoh.17:6-19, 20-24; 1Kor.1:10-17; Flp.4:2]

Minggu ke-9, TUGAS PANGGILAN GEREJA

77. Pert : Bagaimana Allah memperlakukan orang-orang percaya dan gereja dalam rangka karya penyelamatan-Nya?
Jwb : Allah menguduskan orang-orang percaya dan gereja menjadi umat milik-Nya. Itulah sebabnya gereja dapat disebut gereja Allah.
[Kel.19:5,6; Ul.14:2; 1Kor.1:2; Tit.2:14 (baca ayat 11-14); 1Ptr.2:9,10]

78. Pert : Apakah gereja yang adalah gereja Allah sama dengan Kerajaan Allah?
Jwb : Tidak sama, namun ada hubungannya. Sebab Kerajaan Allah adalah pemerintahan Allah yang didasarkan pada penyelamatan-Nya di dalam Yesus Kristus yang menghasilkan keselamatan, yaitu pemulihan hubungan manusia dengan Allah. Sedangkan gereja lahir karena penyelamatan Allah, sehingga berada dalam lingkup Kerajaan Allah. Di dunia ini gereja belum sempurna, tetapi sedang berjalan menuju ke arah kesempurnaan.
[Mat.3:1-2 (dan paralelnya); tersimak dalam perumpamaan-perumpamaan tentang Kerajaan Allah; Mat.13; Luk.11:20; 17:20-21]

79. Pert : Oleh karena gereja berada dalam lingkup Kerajaan Allah, maka apakah konsekuensinya bagi gereja dan orang-orang percaya?
Jwb : Konsekuensinya adalah Allah melibatkan gereja dan orang-orang percaya untuk berfungsi di dalam karya penyelamatan-Nya. Itulah tugas panggilan gereja dan orang-orang percaya.
[Mat.4:18-22 dan paralelnya; Kis.13:2; 17:18; 2Tim.1:7-9; 2:3]

80. Pert : Apakah isi tugas panggilan gereja dan orang-orang percaya?
Jwb : Isi tugas panggilan gereja dan orang-orang percaya adalah:
1. Bersaksi tentang penyelamatan Allah kepada mereka yang belum mendengarnya.
2. Memelihara keselamatan orang-orang yang telah diselamatkan.
[Mat.28:19; Luk.24:47-49; Yoh.15:26,27; 21:15-17; Kis.1:8; 20:28; Rm.15:16; 1Pet.5:2-4]

81. Pert : Apakah tujuan bersaksi tentang penyelamatan Allah?
Jwb : Tujuannya adalah untuk keselamatan manusia. Jelasnya, memberi kesempatan kepada siapapun untuk mendengar dan menjawab berita penyelamatan Allah.
[Rm.1:16-17; 1Kor.1:21 (baca ayat 18-31); 2Tes.2:14 (baca ayat 12-16); 15:1-2; 1Tim1:15-16]

82. Pert : Apakah motivasi yang benar dalam bersaksi tentang penyelamatan Allah?
Jwb : Motivasi yang benar dalam bersaksi tentang penyelamatan Allah adalah berdasarkan kesadaran bahwa:
1. Allah menghendaki semua manusia diselamatkan.
2. Orang-orang percaya dipanggil dan dilibatkan Allah untuk bersaksi tentang karya penyelamatan-Nya.

83. Pert : Apakah tujuan memelihara keselamatan orang-orang yang telah diselamatkan?
Jwb : Tujuannya adalah untuk menolong orang-orang percaya, agar mereka tetap dapat mempertahankan imannya, mampu mengatasi masalah dan penggodaan, sehingga mencapai kesempurnaan keselamatannya.
[1Tim.6:20-21; 2Pet.1:12-13 (baca ayat 3-11 sebagai latar belakang)]

84. Pert : Apakah motivasi yang benar dalam melakukan pemeliharaan keselamatan?
Jwb : Motivasi yang benar dalam melakukan pemeliharaan keselamatan adalah berdasarkan kesadaran bahwa:
1. Setiap orang percaya sangat berharga karena telah dibeli dengan darah Kristus.
2. Di dalam persekutuan anak-anak Allah, setiap orang percaya ikut bertanggung jawab mengenai terpeliharanya keselamatan saudaranya.
3. Untuk itulah gereja dan orang-orang percaya dipanggil dan dilibatkan oleh Allah agar melakukan pemeliharaan keselamatan orang-orang yang telah diselamatkan.
[Mat.18:15-17; Luk.15:7,10; Gal.6:1-2]

85. Pert : Gereja dan orang-orang percaya memiliki cedera manusiawi. Bagaimana gereja dan orang-orang percaya berani mengemban dan melaksanakan fungsinya di dalam karya penyelamatan Allah?
Jwb : Keberanian gereja dan orang-orang percaya didasarkan pada Roh Kudus yang dengan peranan penyelamatan-Nya bekerja menolong gereja dan orang-orang percaya serta manusia yang menjadi sasaran karya penyelamatan Allah.
[Yoh.16:26,27; Kis.2:4,5; 4:31; 5:32; ITes.1:5; band.1Kor.2:3-5]

86. Pert : Jika tugas panggilan gereja adalah bersaksi tentang penyelamatan Allah dan memelihara keselamatan, bagaimana dengan persekutuan? Apakah persekutuan bukan tugas panggilan gereja?
Jwb : Semua kehidupan manusia adalah kehidupan bersama, demikian pula gereja. Persekutuan dalam gereja adalah merupakan suatu kemestian yang tak terhindarkan. Oleh karena itu persekutuan bukanlah tugas panggilan gereja.

87. Pert : Apakah artinya persekutuan sebagai kemestian yang tak terhindarkan?
Jwb : Artinya gereja merupakan kehidupan bersama orang-orang percaya di dalam penyelamatan Allah. Oleh karena itu sudah semestinya orang-orang percaya dan gereja mewujudkan persekutuan.
[Kis.2:42-47, perhatikan ayat 43; Rm.15:5,6 (baca ayat 1-9); Ef.2:17-22 (baca ayat 11-22); 4:1-7; Flp.2:1-11]

88. Pert : Bagaimana halnya dengan pelayanan? Apakah pelayanan bukan merupakan tugas panggilan gereja?
Jwb : Setiap kehidupan bersama menuntut warganya untuk saling melayani, demikian pula di dalam gereja. Pelayanan di dalam gereja merupakan suatu kemestian yang tak terhindarkan. Oleh karena itu pelayanan bukan merupakan tugas gereja.

89. Pert : Apakah artinya pelayanan sebagai suatu kemestian yang tak terhindarkan?
Jwb : Artinya gereja merupakan kehidupan bersama orang-orang percaya di dalam penyelamatan Allah. Oleh karena itu sudah semestinya orang-orang percaya dan gereja melakukan pelayanan, yaitu dengan memperhatikan, mempedulikan dan menolong sesama.
[Mat.20:28 (baca ayat 17-28); Flp.2:4; Kol.3:12-15; 1Ptr.4:7-11]

Minggu ke-10, KEPELBAGAIAN DAN KEESAAN GEREJA

90. Pert : Bagaimana kita memahami kenyataan bahwa dari penyelamatan Allah yang satu, lahir pelbagai macam gereja?
Jwb : Kenyataan itu dapat kita pahami berdasarkan watak kemanusiawian gereja dengan segala cederanya.
[Lihat fenomenanya;. Kis.1:12-14; 2:1]

91. Pert : Bagaimana kemanusiawian gereja melahirkan kepelbagaian gereja?
Jwb : Ada tiga alasan utama, yaitu:
1. Pemahaman Alkitab yang berbeda karena penafsiran yang berbeda.
2. Tantangan-tantangan khas yang berbeda yang dihadapi oleh gereja-gereja pada waktu kelahirannya dan atau pada pertumbuhannya.
3. Sengketa di dalam tubuh gereja karena banyak sebab yang bermuara pada perpisahan, sehingga melahirkan gereja baru.

92. Pert : Bagaimana jelasnya bahwa penafsiran Alkitab oleh orang-orang percaya dapat melahirkan kepelbagaian gereja?
Jwb : Jelasnya adalah:
1 Orang-orang percaya menafsirkan Alkitab dengan cara yang berbeda-beda, sehingga menghasilkan pemahaman yang berbeda-beda, atau bahkan mungkin saling bertentangan.
2. Berdasarkan pemahaman yang berbeda-beda itu orang-orang percaya menyusun ajaran yang berbeda-beda.
3. Ajaran yang berbeda-beda itu dijabarkan ke dalam tatanan ibadat, hukum, dan keumatan yang berbeda-beda.
4. Melalui praktek kehidupan bergereja dengan tatanan yang berbeda-beda itu lahirlah tradisi yang berbeda-beda.
Oleh karena itu lahirlah kepelbagaian gereja dengan penekanan ajarannya sendiri-sendiri.

93. Pert : Bagaimana jelasnya bahwa tantangan yang khas dapat melahirkan kepelbagaian gereja?
Jwb : Jelasnya adalah:
1. Dalam situasi tertentu, baik pada saat kelahirannya maupun pada saat pertumbuhannya, suatu gereja mungkin menghadapi tantangan iman tertentu yang serius.
2. Untuk mengatasi tantangan, gereja mencari dan mengangkat dari Alkitab suatu pokok ajaran tertentu sebagai pegangan utamanya.
3. Pokok ajaran itu menjadi dasar seluruh tatanan, bahkan diangkat menjadi norma teologis untuk menafsirkan Alkitab.
4. Dengan demikian maka sebuah gereja dapat menjadi gereja dengan kekhasannya sendiri.
Oleh karena itu lahirlah kepelbagaian gereja dengan kekhasannya sendiri-sendiri.

94. Pert : Bagaimana jelasnya bahwa sengketa di dalam tubuh gereja dapat melahirkan kepelbagaian gereja?
Jwb : Jelasnya adalah:
1. Karena sesuatu sebab, terjadilah di dalam suatu gereja sengketa yang sedemikian, sehingga tidak dapat dicapai kesepakatan di antara pihak-pihak yang bersengketa untuk mengakhiri dan menyelesaikan sengketa.
2. Lazimnya pihak yang terdesak, walaupun tidak harus berarti pihak yang salah, lebih suka mengambil langkah memisahkan diri untuk berdiri sebagai gereja yang baru.
Oleh karena itu lahirlah kepelbagaian gereja sebagai akibat terjadinya sengketa di dalam tubuh gereja.

95. Pert : Apakah adanya kepelbagaian gereja itu wajar dan baik?
Jwb : Adanya kepelbagaian gereja jelas tidak memancarkan dengan baik penyelamatan yang dikerjakan oleh Allah yang satu dan sama yang dipercaya oleh orang-orang percaya dan gereja. Apalagi jika kemudian setiap gereja menganggap bahwa ajaran beserta seluruh tatanannya adalah yang paling benar, sehingga atas dasar itu menghakimi gereja lain sebagai tidak benar, bukan gereja Tuhan atau lebih parah lagi buah pekerjaan setan.
[Ef.4:1-6]

96. Pert : Apakah kita boleh memandang bahwa semua gereja adalah buah penyelamatan Allah dan oleh karena itu maka semua gereja adalah gereja Allah?
Jwb : Kita dapat mengatakan bahwa suatu gereja adalah buah penyelamatan Allah dan gereja Allah hanya apabila gereja itu menampakkan tanda-tanda penyelamatan Allah di dalam pengakuan, sikap dan tingkah laku hidupnya.
[Rm.10:9,10; 1Yoh.4:2,3; hubungkan dengan Mat.16:16-18; dan band. Ef.2:19-20; 4:20-24 (baca ayat 17-24)]

97. Pert : Apa tanda-tanda penyelamatan Allah yang dapat dilihat dalam gereja?
Jwb : Tanda-tanda penyelamatan itu ialah gereja dengan seluruh tatanan dan praktek kehidupan religiusnya menyatakan jawab “ya” terhadap penyelamatan Allah dan menyatakan serta menghayati hubungannya dengan Allah atas dasar karya penyelamatan-Nya.

98. Pert : Bagaimana tanda-tanda penyelamatan di dalam gereja secara konkret dapat dilihat?
Jwb : Tanda-tanda penyelamatan di dalam gereja secara konkret dapat dilihat dalam empat hal utama, yaitu:
1. Seluruh tatanan, baik pengakuan, ibadat, hukum maupun keumatan, disusun sedemikian sehingga intinya adalah menyatakan sikap menerima penyelamatan Allah atas dasar Alkitab.
2. Praktek kehidupannya diatur sedemikian, sehingga intinya adalah menyatakan ketaatan kepada tuntutan-tuntutan Allah, sebagai konsekuensi dari penyelamatan yang telah dialaminya atas dasar Alkitab.
3. Memeteraikan sikap percaya dengan sakramen baptisan atas nama Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus.
4. Melaksanakan sakramen perjamuan yang diamanatkan oleh Tuhan, sebagai alat pemeliharaan iman.
[Mat.26:26-28; 28:19; Kis.2:38; 10:34-43; Rm.6:11-13 (baca ayat 1-14); 10;9,10; 1Kor.11:23-26]

99. Pert : Bagaimana sikap yang paling tepat terhadap gereja-gereja lain?
Jwb : Sikap yang paling tepat terhadap gereja-gereja lain ialah:
1. Dengan rendah hati mengakui bahwa di dalam setiap gereja terdapat cedera manusiawi yang terwujud dalam kesalahan atau bahkan dosa.
2. Dengan tulus mengakui bahwa setiap gereja dengan segala cedera manusiawinya adalah buah penyelamatan Allah sepanjang menampakkan tanda-tanda penyelamatan Allah di dalam seluruh tatanan dan praktek kehidupannya.
3. Dengan rendah hati mengakui bahwa setiap gereja dengan segala cedera manusiawinya memiliki baik kelemahan maupun kekuatannya sendiri-sendiri.
4. Dengan tulus membuka diri untuk bekerja sama dengan gereja-gereja lain berusaha menampakkan keesaan gereja sebagai buah penyelamatan yang dikerjakan oleh Allah yang satu dan sama.

100. Pert : Bagaimana membuka diri untuk bekerja sama berusaha menampakkan keesaan gereja dilaksanakan?
Jwb : Hal itu dilaksanakan dengan:
1. Mau belajar dari gereja-gereja lain, terutama dari kelebihan yang dimilikinya.
2. Mau mengakui dan menghormati gereja-gereja lain sebagai gereja yang adalah buah penyelamatan Allah.
3. Mau bekerja sama dengan gereja-gereja lain di dalam melaksanakan tugas panggilan gereja di dalam dunia.
4. Mau mengusahakan pengakuan bersama sebagai kesaksian bersama terhadap dunia tentang penyelamatan Allah dan tentang dirinya sebagai buah penyelamatan Allah.

101. Pert : Bagaimana kita memahami keesaan gereja?
Jwb : Keesaan gereja tidak terletak di dalam atau ditentukan oleh kesatuan kelembagaan gereja, melainkan terletak di dalam hal bahwa keberadaan gereja adalah keberadaan di dalam lingkup pekerjaan penyelamatan Allah.
[Yoh.17:23; Kis.4:12; 15:6-11; Rm.16:27; 1Tim.2:3-6]

102. Pert : Apakah artinya keesaan gereja yang bukan dalam wujud kesatuan kelembagaan gereja?
Jwb : Keesaan gereja yang bukan dalam wujud kesatuan kelembagaan gereja itu adalah:
1. Keesaan gereja adalah bukan keesaan karena kehendak manusia, melainkan karena keberadaannya. Itu berarti keesaan karena hakikatnya.
2. Yang dapat dilakukan oleh gereja dengan segala cedera manusiawinya ialah menampakkan keesaan hakiki itu di dalam kehidupannya.
3. Keesaan hakiki itu akan terwujud secara sempurna di dalam kemuliaan Tuhan di sorga yang merupakan tujuan bersama perjalanan semua gereja.
[Tercermin dalam salah satu pokok Pengakuan Iman Rasuli; Rm.16:24; 2Kor.8:1-15, 9:1-15; Ef.4:3-6,13; 5:27]

Minggu ke-11, TATA KEHIDUPAN GEREJA

103. Pert : Apa isi kehidupan gereja?
Jwb : Kehidupan gereja berisi tiga unsur dasar, yaitu:
1. Menyatakan sikap percaya terhadap penyelamatan Allah.
2. Menghayati dan mengungkapkan hubungannya dengan Allah berdasarkan penyelamatan-Nya.
3. Melaksanakan tugas panggilannya di dalam pekerjaan penyelamatan Allah.
[1Taw.28:9; Ams.3:5,6; Mrk. 13:10; Luk.9:1,2; 1Tes.1:3; 2Tes.1:11,12; 1Tim.6:20]

104. Pert : Bagaimana ketiga unsur dasar kehidupan gereja itu dilaksanakan?
Jwb : Untuk melaksanakannya di dalam kehidupan gereja, ketiga unsur dasar kehidupan gereja itu dituangkan di dalam suatu tata kehidupan gereja, yang lazim disebut Tata Gereja atau Peraturan Gereja.
[1Kor.14:40; Tit.1:5]

105. Pert : Apakah asas yang menjadi pegangan dalam membuat tata gereja?
Jwb : Asas itu adalah:
1. Alkitab
2. Harus merupakan sarana yang membuat gereja mampu:
a. Menyatakan percaya terhadap penyelamatan Allah.
b. Menghayati dan mengungkapkan hubungannya dengan Allah berdasarkan penyelamatan-Nya.
c. Melaksanakan tugas panggilannya di dalam pekerjaan penyelamatan Allah.

106. Pert : Siapa yang membuat tata gereja GKJ?
Jwb : Tata gereja GKJ dibuat oleh Sidang Sinode Gereja-gereja Kristen Jawa (GKJ).
[Band.Kis.11:1-18; 15:1-29]

107. Pert : Adakah kepemimpinan di dalam kehidupan gereja?
Jwb : Sebagai suatu kehidupan bersama, gereja membutuhkan kepemimpinan. Oleh karena itu, di dalam kehidupan gereja ada kepemimpinan.
[Kel.18:22; 1Tes.5:12,13; Ibr.13:7,17]

108. Pert : Apa asas kepemimpinan gereja yang menyatakan kekhasan gereja?
Jwb : Kekhasan asas kepemimpinan gereja terdiri atas dua sisi, yaitu:
1. Sisi ilahi, yaitu sebagai buah penyelamatan Allah, gereja dengan kehidupannya dipimpin oleh Allah melalui bekerjanya Roh Kudus dengan Alkitab sebagai alat-Nya.
2. Sisi manusiawi, yaitu sebagai kehidupan bersama, gereja dipimpin oleh manusia atas kehendak Allah.
[Kis.14:18,26 (baca ayat 15-26); 20:28; 1:23-26; 1Tim.6:11; band. 1Sam.16:6-13]

109. Pert : Bagaimana azas kepemimpinan gereja dilaksanakan?
Jwb : Azas kepemimpinan gereja dilaksanakan dengan pedoman segala sesuatu yang diputuskan dan dilakukan oleh manusia dalam kepemimpinan gereja itu harus dapat dipertanggung-jawabkan kepada Allah.
[Rm.14:17,18 (baca ayat 13-18); Ibr.13:17]

110. Pert : Bagaimana pertanggungjawaban kepada Allah itu diwujudkan dan apa tolok ukurnya?
Jwb : Pertanggungjawaban itu diwujudkan dalam keputusan dan tindakan yang didasarkan pada tiga tolok ukur berjenjang, yaitu Alkitab, pokok-pokok ajaran gereja dan peraturan gereja yang dibuat berdasarkan Alkitab sesuai dengan yang dirumuskan di dalam ajaran gereja.
[1Kor.14:40; 1Tes.4:1,2; 2Tim.3:16,17; Tit.1:9]

111. Pert : Bagaimana bentuk kepemimpinan gereja?
Jwb : Banyak bentuk kepemimpinan gereja, tetapi berdasarkan watak gereja sebagai kehidupan bersama religius yang di dalamnya setiap orang percaya memiliki jabatan imamat am, maka yang paling tepat bagi GKJ ialah bentuk kepemimpinan dewan yang lazim disebut majelis gereja.[23])
[Kis. 15:4,6; Ef.4:11-12; Flp.1:1; 1Tim.5:17; 1Ptr.2:9]

112. Pert : Bagaimana asas kepemimpinan GKJ yang disebut majelis gereja?
Jwb : Berdasarkan imamat am orang percaya, lahirlah dua asas:
1. Asas kesederajatan, yaitu setiap orang percaya mempunyai kedudukan yang sama di hadapan Allah. Oleh karena itu dalam kepemimpinan di GKJ seseorang tidak ditempatkan di atas orang-orang percaya yang lain.
2. Asas pemerataan, yaitu setiap orang percaya berhak menjadi anggota majelis gereja. Oleh karena itu keanggotaan majelis gereja di GKJ dibatasi untuk jangka waktu tertentu dalam rangka memberi kesempatan kepada warga GKJ mengambil bagian dalam kepemimpinan gereja.

113. Pert : Berdasarkan kedua asas tersebut, bagaimana majelis gereja dibentuk?
Jwb : Majelis gereja terdiri dari orang-orang percaya anggota gereja setempat. Pembentukannya dilakukan melalui pemilihan dari dan oleh anggota gereja setempat.
[Band. Kis.1:23-26; 6:3-6]

114. Pert : Secara asasi apa sifat kepemimpinan gereja?
Jwb : Karena keberadaan gereja adalah keberadaan dalam lingkup pekerjaan penyelamatan Allah, maka sifat kepemimpinan gereja adalah pelayanan. Oleh karena itu mereka yang duduk sebagai majelis gereja adalah pelayan-pelayan Allah.
[Mrk.10:45; 2Tim.2:24]

115. Pert : Bagaimana pelayanan diwujudkan dalam kepemimpinan gereja?
Jwb : Pelayanan diwujudkan dalam tugas mengatur oleh Penatua, tugas mengajar oleh Pendeta dan tugas pelayanan kasih oleh Diaken.
[Kis.6:1-6; 1Kor.12:28; 2Tim.2:24; Tit.1:7]

Minggu ke-12, IBADAH SEBAGAI SARANA PEMELIHARAAN IMAN

116. Pert : Sebagai suatu kehidupan bersama religius dalam lingkup penyelamatan Allah, gereja memakai sarana-sarana pemeliharaan iman apa saja?
Jwb : Ada banyak sarana pemeliharaan iman yang bisa dan memang dipakai oleh GKJ (mis.: perkunjungan, PA, dan lain-lain.), tetapi yang tetap dan utama ada dua, yaitu ibadah dan sakramen.
[Kel.3:12; Mat.28:19; Luk.22:14-20; Kis.2:38]

117. Pert : Apa sebenarnya ibadah jemaat itu?
Jwb : Ibadah jemaat adalah cara orang-orang percaya bersama-sama mengungkapkan dan menghayati hubungan dengan Allah, berdasarkan penyelamatan yang telah mereka alami.
[Tit.2:12; Ibr.9:14; 12:28]

118. Pert : Sebagai sarana pemeliharaan iman, ibadah jemaat mengandung unsur-unsur dasar apa?
Jwb : Yang terjadi di dalam ibadah jemaat adalah pertemuan dialogis antara jemaat dan Allah. Oleh karena itu unsur-unsur dasarnya ialah:
1. Dari pihak jemaat : doa, pujian, pengakuan dosa dan permohonan ampun, persembahan serta pengakuan iman.
2. Dari pihak Allah : hukum Tuhan, pengampuan dosa, firman dan berkat.
[Penjelasan tentang doa, pengakuan iman dan hukum Tuhan lihat Bab VI]

119. Pert : Dari semua unsur dasar ibadah jemaat, unsur dasar manakah yang paling penting?
Jwb : Semua unsur sama pentingnya. Dengan segala cedera manusiawinya, Allah berkenan menerimanya serta memakainya sebagai sarana untuk pertemuan dialogis antara diri-Nya dan manusia dan dengan demikian sungguh-sungguh mendatangkan berkat.
[Ibr.12:28]

120. Pert : Sebagai salah satu unsur ibadah, bagaimana kita memahami bahwa khotbah adalah pemberitaan firman Allah?
Jwb : Sebab yang dikhotbah adalah firman Allah dari Alkitab. Meskipun khotbah itu mengandung unsur cedera manusiawi, tetapi disertai oleh Roh Kudus, baik di dalam diri pengkhotbah maupun di dalam diri para pendengarnya.
[Luk.4:16,17; band.1Tes.2:13]

121. Pert : Apa makna khotbah?
Jwb : Khotbah bermakna pemeliharaan Allah ke atas orang-orang percaya melalui firmanNya. Oleh karena itu pelaksanaan khotbah di dalam ibadah jemaat membawa serta tanggung jawab yang besar, yang menuntut orang bersikap takut dan hormat.
[Rm.15:4; 2Tim.3:16,17; 2Ptr.1:19]

122. Pert : Apa persembahan itu?
Jwb : Persembahan merupakan wujud ungkapan syukur dan penyerahan diri orang-orang percaya atas pemeliharaan Allah. Persembahan di dalam ibadah jemaat adalah salah satu dari bentuk persembahan orang-orang percaya.
[Kej.28:20-22; Ams.3:9,10]

123. Pert : Apa makna persembahan itu?
Jwb : Makna persembahan adalah:
1. Ungkapan terimakasih orang-orang percaya atas pemeliharaan Allah di dalam kehidupannya.
2. Pernyataan sikap mempercayakan diri kepada Allah dengan pemeliharaan-Nya.
[Yun.2:9; Luk.21:1-4]

124. Pert : Apakah persembahan itu wajib?
Jwb : Persembahan bukan sekedar kewajiban, bahkan merupakan suatu kemestian oleh kesadaran iman orang percaya sendiri. Gereja hanya membuat peraturan pelaksanaan teknisnya, seperti halnya di dalam Alkitab juga diberikan peraturan teknisnya.
[Ul.16:16-17]

125. Pert : Apa yang dapat atau boleh dipersembahkan oleh orang-orang percaya?
Jwb : Apa saja yang berfungsi menopang kehidupan gereja untuk melaksanakan fungsinya di dalam pekerjaan penyelamatan Allah. Semua itu dapat dipersembahan dengan rasa takut dan hormat. Persembahan yang demikian itu juga merupakan pernyataan keterlibatan orang-orang percaya dan tanggung jawab orang-orang percaya di dalam pekerjaan penyelamatan Allah.
[2Raj.12:4; Mat.8:4]

126. Pert : Apakah itu berarti bahwa setiap orang yang terlibat di dalam ibadah jemaat dengan sendirinya pasti mendapat berkat?
Jwb : Ibadah jemaat mendatangkan berkat hanya apabila keseluruhan unsurnya dilakukan dengan iman dan hati yang sungguh-sungguh. Ibadah jemaat tidak bersifat magis.
[Ul.10:12,13;Luk.2:27 (dibaca ayat 21-35); 2:37 (dibaca ayat 36-39)]

127. Pert : Apa berkat yang diperoleh dari ibadah jemaat?
Jwb : Berkat yang diperoleh dari ibadah jemaat adalah:
1. Karena pertolongan Roh Kudus, orang terpelihara dan terbina imannya.
2. Orang terpelihara dan terbina penghayatan persekutuan-nya dengan orang-orang percaya.
3. Berkat khusus bagi kehidupan masing-masing.

Minggu ke-13, SAKRAMEN SEBAGAI SARANA PEMELIHARAAN IMAN

128. Pert : Apa arti sakramen?
Jwb : Sakramen adalah alat pelayanan yang dikhususkan di dalam pekerjaan penyelamatan Allah, yaitu sebagai penyataan dan pemeliharaan iman.
[1Kor.10:16; 11:27-29 (baca ayat 17-29); Mat.28:19-20]

129. Pert : Ada berapa sakramen yang diberlakukan di GKJ?
Jwb : Ada dua, yaitu sakramen baptis dan sakramen perjamuan.
[Mat.28:19; 1 Kor.11:25b,26]

130. Pert : Bagaimana penjelasan bahwa sakramen baptis adalah sarana penyataan dan pemeliharaan iman?
Jwb : Sakramen baptis merupakan alat pelayanan dengan air sebagai unsur dasar yang melambangkan dan menunjukkan:
1. Pembasuhan manusia dari dosanya oleh darah Kristus.
2. Pengampunan dosa.
3. Pembenaran atas manusia oleh Allah.
4. Kelahiran baru.
[Kis.22:16, 2:38; Rm.6:1-6; Gal.3:26,27; Why.7:14]

131. Pert : Siapa yang dapat dibaptis?
Jwb : Setiap orang yang mau menerima penyelamatan Allah.
[Mrk.16:16; Kis.2:38]

132. Pert : Apakah itu berarti bahwa yang dibaptis hanya orang dewasa, yaitu yang sudah dapat menyatakan bahwa ia percaya?
Jwb : Tidak demikian. Anak-anak keluarga kristen wajib dibaptis, sebab mereka juga mempunyai tempat di dalam perjanjian keselamatan bersama-sama dengan orang tua mereka. Atas didikan orang tua mereka, pada saat dewasa anak-anak itu wajib menyatakan pengakuan percaya (sidi).
[Kej.17:9-14; Kis.2:38-39; Rm.9:8;Ef.4:13-15; Kol.2:11-12; band. Gal.4:28]

133. Pert : Apakah sakramen baptis itu harus dilaksanakan dengan cara diselamkan ke dalam air atau dengan dicurahi air?
Jwb : Memang secara harafiah, kata “baptisma” dalam bahasa Yunani berarti penyelaman. Tetapi penyelaman itu hanya bentuk, bukan unsur dasariah. Unsur dasariahnya ialah air, yang melambangkan pembasuhan manusia dari dosanya oleh darah Kristus. Oleh karena itu, pembaptisan dapat dilaksanakan dengan cara orang diselamkan ke dalam air atau diperciki air. Yang penting, sakramen baptis dilaksanakan dengan khidmat, takut dan hormat (bahasa Jawa: ajrih lan pakering). GKJ melaksanakan dengan cara dipercik.
[Im.4:17; Mrk.10:37-40; 1.Ptr.1:2; 1Ptr.3:18-22]

134. Pert : Apa artinya bahwa sakramen baptis dilaksanakan dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus?
Jwb : Hal itu berarti sakramen baptis terjadi di dalam pekerjaan penyelamatan Allah.
[Mat.28:19]

135. Pert : Bagaimana pengertian bahwa sakramen perjamuan adalah sarana pemeliharaan iman?
Jwb : Sakramen perjamuan adalah alat pelayanan dengan roti dan anggur sebagai unsur dasarnya. Roti dan anggur itu melambangkan tubuh dan darah Kristus yang menunjukkan pada keyakinan bahwa:
1. Penyaliban dan kematian Yesus adalah dasar penyelamatan bagi manusia.
2. Melalui bentuk makan dan minum bersama yang melambangkan kehidupan keluarga Allah.
3. Sakramen perjamuan juga mengacu ke depan, ke perjamuan yang sempurna di sorga.
[Luk.22:19-20 (dan paralelnya); 1Kor.10:16,17; 1Kor.11:24,25; Ef.2:19; band. 1Tim.3:15; Why.19:17; band. 19:9]

136. Pert : Apa manfaat sakramen perjamuan sebagai sarana pemeliharaan iman?
Jwb : Sebagai sarana pemeliharaan iman sakramen perjamuan mempunyai tiga makna, yaitu :
1. Mengingatkan orang-orang percaya kepada penyaliban dan kematian Kristus.
2. Mengingatkan orang-orang percaya kepada kedudukan mereka sebagai anggota keluarga Allah.
3. Mengingatkan orang-orang percaya kepada kesempurnaan keselamatan yang dijanjikan oleh Allah.

137. Pert : Siapa yang diperkenankan mengambil bagian di dalam sakramen perjamuan?
Jwb : Setiap orang yang sudah baptis dewasa, atau sudah mengaku percaya dan tidak sedang dalam penggembalaan khusus.
[1Kor.10:14-22; 11:23-29]

138. Pert : Apakah orang yang mengambil bagian di dalam sakramen, baik sakramen baptis maupun sakramen perjamuan, dengan sendirinya diselamatkan atau terpelihara keselamatannya?
Jwb : Sakramen adalah sarana pemeliharaan iman. Oleh sebab itu sakramen bermakna hanya jika orang yang mengambil bagian dalam sakramen itu sungguh-sungguh beriman dan menyikapi sakramen itu dengan takut dan hormat.
[1Kor.10:14-22; 11:23-29]

BAB LIMA
ORANG PERCAYA DAN KEHIDUPAN MANUSIA DI DUNIA
Minggu ke-14, HIDUP BERETIKA

139. Pert : Bagaimana seharusnya sikap orang percaya terhadap kehidupan di dunia?
Jwb : Secara asasi sikap orang percaya terhadap kehidupan di dunia didasarkan pada penyelamatan Allah. Oleh karena itu orang percaya harus hidup bertanggung jawab dan serius dalam menjalani kehidupan di dunia.
[Kel. 20:9; Luk.18:28-30, dan paralelnya; 1Kor.7:17; 1Tes.4:11; 2Tes.3:10-12; 1Tim.1:15; Flp.2:7,8; Ibr.2:17; 4:15]

140. Pert : Apa yang dimaksud dengan hidup bertanggung jawab dan serius dalam menjalani kehidupan di dunia?
Jwb : Artinya bahwa orang percaya menerima dan menjalani kehidupan di dunia dengan empat sikap dasar, yaitu:
1. Menerima dan menjalani kehidupan di dunia sebagai gelanggang bagi Allah untuk melaksanakan pekerjaan penyelamatan-Nya.
2. Menerima dan menjalani kehidupan di dunia ini sebagai gelanggang bagi orang percaya untuk mewujudkan keselamatannya di dalam kehidupan manusiawi yang lumrah, wajar.
3. Menerima dan menjalani kehidupan di dunia ini sebagai gelanggang bagi orang percaya atau gereja untuk melaksanakan fungsinya di dalam pekerjaan penyelamatan Allah.
4. Tidak menganggap bahwa kehidupan di dunia pada dirinya adalah sumber dosa, sebab sumber dosa adalah hati manusia, tetapi menyadari bahwa kehidupan di dunia ini adalah gelanggang bagi manusia melakukan dosa dalam segala macam kejahatannya.
[Kel.6:6,7; 20:2; Mat.24:14; Mrk.7:21-23 dan paralelnya; Mrk.16:15; Luk.24:47,48; Kis.20:28; Rm.1:18-32; Flp.2:12 (dibaca ayat 12-16); 1Tes.4:11-12; 2Tes.3:10-12;1Tim.1:15]

141. Pert : Apa isi tanggung jawab orang percaya atas kehidupannya di dunia?
Jwb : Secara asasi kehidupan orang percaya di dunia ini mengandung dua tanggung jawab yaitu:
1. Tanggung jawab atas alam,
2. Tanggung jawab atas sesama.
[Kej.1:27-28,29-31; 2:21-24; Im.19:18 dan paralelnya; Mat.25:31-46]

142. Pert : Bagaimana orang percaya mewujudkan tanggung jawab itu?
Jwb : Tanggung jawab itu diwujudkan dengan tabiat dan perilaku kehidupan yang baik dan benar, yaitu hidup beretika.
[Ef.5:3,4; Kol.1:9,10]

143. Pert : Kehidupan beretika dijalani oleh semua orang. Di mana letak keistimewaan kehidupan beretika orang percaya sehingga bermakna sebagai cara untuk mewujudkan tanggung jawabnya dalam menjalani kehidupan di dunia?
Jwb : Kehidupan beretika yang di jalani oleh semua orang bertujuan untuk membuat kehidupan manusia baik, sesuai dengan martabatnya. Tetapi pada orang percaya kehidupan beretika memperoleh tambahan makna baru, yaitu sebagai cara untuk mempertanggungjawabkan kehidupannya di dunia sebagai anak-anak Allah. Jadi bagi orang percaya kehidupan beretika adalah karena penyelamatan, bukan untuk penyelamatan.
[Ul.14:1,2; Flp.2:15; band. Kis.22:12; 1Tim.2:1-4; 1Ptr.1:14-16; 2Ptr.1:3-9]

144. Pert : Mampukah orang percaya menjalani kehidupan beretika dalam arti yang demikian itu?
Jwb : Dengan kekuatannya sendiri orang percaya tidak akan mampu melakukan hal itu. Berkat pertolongan Allah dengan bekerjanya Roh Kudus di dalam diri orang percaya, maka orang percaya mampu mempertanggungjawabkan kehidupannya meskipun dengan segala cedera manusiawinya.
[Rm.8:26-28; 1Kor.10:13; band. 2Ptr.2:9]

145. Pert : Apakah orang percaya masih boleh mengharapkan berkat Allah dengan kehidupan beretika yang dijalaninya?
Jwb : Boleh. Sebab Allah menjanjikan anugerah dibubuhkan ke atas anugerah (Jw = sih rahmat tumumpang ing sih rahmat). Kita menyaksikan di situ betapa Allah memelihara keselamatan anak-anak-Nya dengan jalan yang tak terjangkau oleh akal budi kita.
[Ams.19:17; 25:21,22; Mat.6:4; Ef.6:8; 1Ptr.1:4-9]

146. Pert : Bagaimana dapat kita nalar bahwa bagi orang percaya kehidupan beretika adalah karena sudah diselamatkan bukan karena supaya diselamatkan?
Jwb : Hal itu dapat kita pahami dengan bertolak dari unsur-unsur dasar pengertian penyelamatan Allah dan keselamatan sebagai buahnya, yaitu:
1. Ucapan syukur dan terima kasih kepada Allah. Penyelamatan Allah adalah kehendak Allah, sehingga keselamatan yang diterima oleh manusia itu adalah anugerah sepenuhnya. Untuk itu manusia perlu menyatakan terima kasihnya dengan menggunakan angan-angan, kata-kata dan puji-pujian, serta tingkah laku hidupnya.
2. Hidup sebagai anak-anak Allah yang taat. Penyelamatan Allah adalah kembalinya manusia ke dalam hubungan yang benar dengan Allah. Oleh karena itu orang percaya disebut anak-anak Allah yang harus hidup dalam ketaatan dan kekudusan.
3. Perwujudan hidup baru. Penyelamatan Allah adalah penyelamatan dari dosa menuju kehidupan yang baru dengan tingkah laku hidup yang baik.
4. Memuliakan Allah. Penyelamatan Allah bertujuan untuk menyelamatkan manusia agar memuliakan Allah dengan segenap hidupnya.
5. Mentaati pimpinan Roh Kudus. Penyelamatan Allah dikerjakan dengan memberikan Roh Kudus yang memimpin hidup orang percaya, sehingga hidup beretika berarti mentaati pimpinan Roh Kudus.
6. Memeliharan keselamatan. Penyelamatan Allah masih menuju ke penyempuraan. Oleh karena itu orang percaya perlu memelihara keselamatannya dengan cara mewaspadai diri dan menangkal penggodaan.
7. Mengasihi sesama manusia. Penyelamatan Allah berarti Allah memulihkan manusia sebagai gambar-Nya. Oleh karena itu mengasihi sesama manusia adalah cara yang nyata untuk mengasihi Allah dan menghormati martabat manusia.
8. Bersaksi tentang penyelamatan Allah. Penyelamatan Allah adalah untuk memberi kesempatan kepada orang percaya mewujudnyatakan kehidupan yang baik sebagai wujud kesaksiannya.
[Im.19:18; Ams.14:21,31; 22:22-23; 24:11-12; Mat.5:13-16; Mat.22:39; Rm.6:12-13; 12:1-2; Ef.4:22-24,30; Ef.5:8-9 (baca ayat 1-12); Flp.2:15; 1Kor.6:20 (baca ayat 15-20); 2Kor.6:17-19 (baca 6:11-7:1; 1Ptr); 1Ptr.1:15; 1Ptr.2:17 (baca ayat 11-17); 2Ptr.3:10-14; 1Yoh.3:2-3 (baca ayat 1-6); 1Yoh.3:16-18; 4:19-21; band. Yoh.15:8 (baca ayat 1-8) ]

147. Pert : Apakah yang menjiwai hidup beretika?
Jwb : Yang menjiwai hidup beretika adalah kasih, penyangkalan diri, pengorbanan, dan kerendahan hati.
[Mrk.12:31; Yoh.15:13; Ibr.13:16]

148. Pert : Bagaimana jika orang percaya mengabaikan kehidupan beretika?
Jwb : Jika orang percaya mengabaikan kehidupan beretika berarti orang itu tidak bersyukur, bahkan menolak penyelamatan Allah atas dirinya.
[1Tes.4:3,7,8 (baca ayat 1-12)]

149. Pert : Untuk pegangan kehidupan beretika, tentu dibutuhkan kaidah etika. Bagaimana kaidah etika itu diperoleh? Apakah itu diambil dari Alkitab?
Jwb : Untuk melengkapi orang-orang percaya dengan kaidah etika, gereja tidak begitu saja mengambil dari Alkitab, tetapi menciptakannya berdasarkan Alkitab melalui penafsiran dan pemikiran teologis praktis.

Minggu ke-15, SIKAP TERHADAP ALAM

150. Pert : Bagaimana seharusnya orang percaya menentukan sikap terhadap alam?
Jwb : Secara asasi sikap orang percaya terhadap alam didasarkan pada hubungan manusia dengan alam seperti dikehendaki Allah dalam penciptaan.
[Kej.1:26-31]

151. Pert : Bagaimana hubungan manusia dengan alam menurut penciptaan oleh Allah?
Jwb : Hubungan manusia dengan alam ditata sebagai berikut:
1. Manusia berada di dalam alam sebagai bagian dari alam dan alam merupakan “rumah kediaman” bagi manusia bersama-sama dengan semua makhluk yang lain.
2. Manusia memiliki kedudukan di atas alam, menguasai alam dan harus mengolah alam untuk menunjang kehidupannya.
[Kej.1:26-31; Mzm.8:4-9]

152. Pert : Mengapa hanya manusia yang mengemban tanggung jawab mengenai alam, sedangkan makhluk-makhluk lain tidak ?
Jwb : Karena manusia sebagai satu-satunya makhluk yang diciptakan menurut gambar Allah, yang memiliki kelebihan di atas segala makhluk lain, dalam arti :
1. Hanya manusia yang oleh Allah diberi kebebasan untuk menciptakan kehidupannya.
2. Hanya manusia yang oleh Allah dilengkapi dengan akal budi sehingga mampu menguasai, mengolah dan menggunakan alam untuk menunjang kehidupannya.
3. Karena memiliki kebebasan untuk menciptakan kehidupannya dan memiliki akal budi, maka hanya manusia yang tertuntut tanggung jawab dan mampu bertanggung jawab.
[Kej.2:17; Ams.1:29-31; 6:16-19; 16:3; Mat.22:37; Luk.16:2; Rm.14:12; Kol.1:21]

153. Pert : Apa isi tuntutan tanggungjawab manusia mengenai alam?
Jwb : Isi tuntutan tanggungjawab manusia mengenai alam adalah:
1. Dengan kebebasan dan kewenangannya, manusia menguasai, mengolah dan menggunakan alam untuk menunjang kehidupannya.
2. Serempak dengan itu manusia memelihara dan mempertahankan kelestarian alam sebagai rumah kediaman bersama dengan semua makhluk, dengan demikian kelestarian semua makhluk termasuk manusia juga terjaga.
[Ams.27:23-27]

154. Pert : Apa motivasi orang percaya untuk bertanggung jawab mengenai alam?
Jwb : Motivasi itu adalah tindakan yang didasarkan pada kesadaran iman yang berisi tiga hal, yaitu :
1. Kesadaran diri sebagai mandataris Allah atas alam sesuai wewenang dan kewajibannya.
2. Kesadaran mengenai hak generasi kemudian atas alam.
3. Kesadaran mengenai hak asasi semua makhluk atas alam sebagai rumah kediaman bersama.

155. Pert : Apa isi kesadaran diri sebagai mandataris Allah atas alam?
Jwb : Orang percaya harus mempertanggungjawabkan semua yang diperbuatnya atas alam kepada Allah, Sang pemberi mandat. Manusia tidak boleh memperlakukan alam dengan sewenang-wenang, tetapi justru harus mengelola alam untuk menyatakan kemuliaan Allah, Pencipta dan Pemiliknya.

156. Pert : Apa isi kesadaran mengenai hak generasi kemudian?
Jwb : Menyadari bahwa alam bukan hanya untuk generasi sekarang saja, tetapi juga untuk manusia generasi yang akan datang. Oleh sebab itu apapun yang dilakukan oleh generasi sekarang atas alam harus dilakukan dengan memperhitungkan hak generasi yang akan datang atas alam; hak yang sama dengan hak generasi sekarang.

157. Pert : Apa isi kesadaran mengenai hak asasi semua makhluk yang lain atas alam sebagai rumah kediaman bersama?
Jwb : Menyadari bahwa sesuai dengan rancangan-Nya yang kekal, Allah menciptakan alam sebagai rumah kediaman bagi semua makhluk. Oleh karena itu manusia harus menghormati hak asasi semua makhluk yang lain atas alam.

158. Pert : Karena manusia terpisah-pisahkan oleh kebangsaan, negara dan wilayah, siapakah yang harus bertanggung jawab?
Jwb : Alam adalah suatu sistem yang canggih dan kaya. Itu berarti kelestarian alam adalah kelestarian suatu sistem. Oleh karena itu tanggung jawab mengenai kelestarian alam juga tidak terkotak-kotakkan, tetapi menjadi tanggung jawab umat manusia secara keseluruhan.

Minggu ke-16, SIKAP TERHADAP KEBUDAYAAN

159. Pert : Apakah kebudayaan itu?
Jwb : Kebudayaan[24]) adalah segala sesuatu yang dihasilkan manusia dari tingkat yang paling sederhana sampai dengan yang paling modern meliputi segala kegiatan manusia, sistem nilai dan hasilnya.
[Kej.1:26-28]

160. Pert : Kebudayaan meliputi apa saja?
Jwb : Kebudayaan meliputi pembuatan perkakas-perkakas dan cara-cara penggunaannya, bahasa dan adat istiadat, agama dan kepercayaan, penetapan nilai-nilai dan pengubahannya, ilmu pengetahuan dan filsafat, serta aneka ragam kesenian.

161. Pert : Bagaimana orang percaya memahami kebudayaan?
Jwb : Kebudayaan sebagai hasil cipta dan karya manusia dalam melaksanakan tugas kebudayaan[25]) yang diberikan Allah sejak penciptaan tidak lepas dari cedera manusiawi. Oleh karena itu, kebudayaan mengandung kelemahan dan penyimpangan.
[Kej.2:15; Kej.3]

162. Pert : Bagaimana sikap orang percaya terhadap kebudayaan?
Jwb : Sikap orang percaya terhadap kebudayaan adalah:
1. Menghargai kebudayaan.
2. Bersikap kristis.
3. Memperbaiki kesalahan.
[Kej.6:5-8; Kej.11; 2Taw.2:6-10; Mat.5:13-15; Yoh.1:14; Rm.12:2; 1Kor10:23]

163. Pert : Apakah tujuan orang percaya memperbaiki dan menggunakan kebudayaan?
Jwb : Tujuannya adalah agar kebudayaan dapat dipulihkan arahnya bagi kemuliaan Tuhan dan penghargaan harkat hidup seluruh ciptaan.
[1Kor.10:31]

Minggu ke-17, SIKAP TERHADAP ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN TEKNIK

164. Pert : Bagaimana seharusnya orang percaya menentukan sikapnya terhadap ilmu pengetahuan, teknologi dan teknik?
Jwb : Sikap orang percaya terhadap ilmu pengetahuan, teknologi dan teknik didasarkan pada keberadaan manusia sebagaimana ia diciptakan oleh Allah.

165. Pert : Bagaimana keberadaan manusia itu?
Jwb : Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dikondisikan untuk memprogram dan mengelola sendiri kehidupannya. Oleh karena itu manusia diberi kebebasan serta dilengkapi dengan akal-budi. Manusia dikondisikan harus menguasai, mengolah dan menggunakan alam untuk menunjang kehidupannya, serta memelihara untuk melestarikannya.

166. Pert : Berdasarkan keberadaan manusia tersebut, bagaimana manusia memahami ilmu pengetahuan, teknologi dan teknik, baik tentang adanya maupun fungsinya di dalam kehidupan manusia?
Jwb : Sejak awal, meskipun masih sangat sederhana, manusia telah mengusahakan pengetahuan tentang segala sesuatu mengenai manusia sendiri dan mengenai alam. Ilmu pengetahuan itu dibutuhkan manusia dalam bersikap terhadap alam, sehingga lahirlah rupa-rupa teknologi dan teknik.
[Kej.1:28-30]

167. Pert : Dalam olah ilmu pengetahuan, teknologi dan teknik, manusia terutama sekali memfungsikan akal budinya. Apakah hal itu tidak membawa bahaya pendewaan terhadap akal budi dan menyingkirkan iman?
Jwb : Mungkin saja hal itu terjadi. Tetapi karena akal budi adalah anugerah Allah, maka tidak sepatutnya hal itu terjadi di dalam kehidupan manusia. Semestinya dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi dan teknik, manusia justru menjadi semakin beriman kepada Allah.

168. Pert : Bagaimana dengan pertentangan antara iman dan akal budi?
Jwb : Keduanya itu adalah alat perlengkapan yang diberikan oleh Sang Khalik kepada manusia. Keduanya berasal dari penciptaan. Masing-masing mempunyai fungsinya sendiri, meskipun saling berbeda, tetapi sama-sama dibutuhkan oleh manusia untuk membuat kehidupannya bermartabat manusia.
[Kej.1:26,27]

169. Pert : Bagaimanakah manusia memfungsikan iman dan akal budinya di dalam kehidupan?
Jwb : Di dalam keadaan yang baik, iman dan akal budi semestinya saling menunjang. Apa yang di dalam kehidupan religius diterima oleh manusia dengan iman, itu ditata secara bernalar dengan akal budi, sehingga menjadi suatu sistem kepercayaan yang bulat dan bernalar. Sebaliknya, apa yang diprogramkan oleh manusia dengan akal budinya, untuk kehidupannya berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya, itu diletakkan di atas suatu dasar yang diterimanya dengan iman sebagai kebenaran. Dengan demikian terwujudlah kehidupan yang berdasarkan pada iman. Karena manusia memiliki cedera manusiawi, maka tidak mampu memfungsikan akal budi dan iman secara saling menunjang. Ada kalanya iman dimutlakkan dan menyisihkan akal budi, atau sebaliknya. Di dalam kondisi dosa, manusia bergumul dengan pemfungsian akal budi dan imannya, dalam pergumulan yang tidak pernah selesai. Syukur dalam hal ini kita mempunyai tumpuan harapan yaitu pertolongan Roh Kudus.
[Mis. Kis.2:42; Rm.6:17 (didakhe = pengajaran yang diberikan kepada mereka yang menerima karya, mereka yang percaya]

Minggu ke-18, SIKAP TERHADAP SEKULARISME

170. Pert : Apakah sekularisme yang banyak kita dengar sekarang ini berhubungan dengan ketidakmampuan manusia memfungsikan iman dan akal budi secara saling menunjang?
Jwb : Benar. Sekularisme adalah buah ketidakmampuan manusia.

171. Pert : Apa sebenarnya sekularisme itu?
Jwb : Sekularisme adalah suatu pandangan yang sekaligus sikap hidup yang mengedepankan hal-hal duniawi. Hal ini merupakan suatu akibat dari perkembangan kehidupan manusia yang lazim disebut sekularisasi.

172. Pert : Apa sekularisasi itu?
Jwb : Sekularisasi adalah sebuah proses perkembangan kehidupan manusia menuju ke makin tingginya pengetahuan manusia, baik mengenai dirinya maupun mengenai alam, dengan konsekuensi makin tinggi penguasaan, pengolahan dan penggunaan alam oleh manusia untuk menunjang kehidupannya. Pendukung utama sekularisasi itu adalah ilmu pengetahuan, teknologi dan teknik.

173. Pert : Dalam artinya yang demikian, bukankah sekularisasi itu secara manusiawi wajar sepenuhnya?
Jwb : Benar. Pada dirinya sekularisasi secara manusiawi adalah wajar, bahkan merupakan suatu keharusan bagi manusia sebagai mandataris Allah atas alam. Yang tidak wajar adalah akibatnya, yaitu sekularisme.
[Kej.1:28-30]

174. Pert : Apakah yang disebut sekularisme itu sama dengan atheisme?
Jwb : Di dalam sekularisme memang ada penolakan terhadap Allah, baik sebagai realitas maupun sebagai penguasa atas alam. Oleh karena itu, kita dapat mengatakan bahwa di dalam sekularisme ada atheisme. Tetapi kita perlu ingat bahwa tidak semua atheisme berasal dari sekularisme.

175. Pert : Beriringan dengan sekularisme ialah saintisme. Apakah itu?
Jwb : Saintisme adalah pandangan yang sekaligus sikap hidup, yang menempatkan ilmu pengetahuan (latin: scientia) di atas segala-galanya, sehingga dijadikan dan diyakini sebagai instansi tertinggi, yang menentukan kebenaran dengan dalilnya, yaitu bahwa yang benar itu hanya yang dapat dibuktikan secara ilmiah.

176. Pert : Seiring dengan saintisme ialah teknologisme. Apakah itu?
Jwb : Teknologisme ialah pandangan yang sekaligus juga sikap hidup yang mengandalkan teknologi sedemikian, sehingga mengangkat kemampuan teknologi sebagai yang menentukan pemecahan masalah-masalah etis, bahkan hal-hal yang menyentuh kemanusiaan manusia.

177. Pert : Kalau demikian halnya, bagaimana seharusnya sikap orang percaya menghadapi sekularisme, saintisme dan teknologisme?
Jwb : Tanpa jatuh ke dalam sekularisme, saintisme dan teknologisme, orang percaya menerima dan berada di dalam sekularisasi sambil mewaspadai diri dengan berpegang pada tiga pandangan dasar, yaitu:
1. Manusia mampu menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan teknik untuk menopang kehidupannya, itu adalah oleh karena Allah.
2. Sebagai satu-satunya mandataris Allah atas alam, manusia juga satu-satunya makhluk yang harus bertanggungjawab atas alam. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan, teknologi dan teknik harus difungsikan dengan benar sehingga dapat membawa manusia untuk menguasai, mengolah, menggunakan dan memelihara alam demi kesejahteraan umat manusia.
3. Betapapun besarnya peranan ilmu pengetahuan, teknologi dan teknik di dalam dan untuk kehidupan manusia, namun tidak dapat berfungsi sebagai intansi tertinggi yang menentukan kebenaran untuk segala bidang kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan, teknologi dan teknik juga tidak dapat menentukan pemecahan masalah-masalah etis. Justru etika yang menentukan dapat tidaknya dipertanggungjawabkannya penguasaan, pengembangan dan penggunaan ilmu pengetahuan, tekonologi dan teknik di dalam kehidupan manusia.

Minggu ke-19, PANDANGAN TENTANG KEHIDUPAN BERNEGARA

178. Pert : Apakah orang percaya perlu menerima kehidupan bernegara dan menjalaninya?
Jwb : Orang percaya menerima dan menjalani kehidupan di dunia ini dengan serius, sebab itu ia juga menerima dan menjalani kehidupan bernegara dengan tanggung jawab.
[Rm.13:1-7; Tit.3:1; 1 Ptr.2:13,14,17]

179. Pert : Apa yang menjadi dasar bagi orang percaya untuk menentukan sikap dan menjalani kehidupan bernegara?
Jwb : Dasar kehidupan bernegara adalah pemahaman tentang hakikat dan watak keberadaan negara di bawah terang Alkitab.

180. Pert : Bagaimana orang percaya memahami hakikat negara?
Jwb : Negara adalah suatu bentuk kehidupan bersama manusia dengan cakupan paling luas dan dengan kekuasaan paling besar.

181. Pert : Asas-asas apa saja yang perlu dijadikan pedoman oleh orang percaya dalam menjalani kehidupan bernegara?
Jwb : Ada tiga asas yang perlu dijadikan pedoman oleh orang percaya dalam menjalani kehidupan bernegara, yaitu:
1. Asas kebutuhan manusia. Negara adalah kebutuhan yang wajar dan bahkan tak terelakkan bagi manusia modern.
2. Asas anti-totaliterisme. Negara hanyalah salah satu bentuk kehidupan bersama manusia. Oleh karena itu, negara tidak berhak menguasai bentuk-bentuk kehidupan bersama manusia yang lain.
3. Asas keanekaan kehidupan. Manusia diberi kebebasan oleh Tuhan untuk mewujudkan sendiri kehidupannya. Oleh sebab itu, kehidupan manusia sangat beraneka, sehingga negara harus menghormati kekayaan kehidupan manusia.
[Konsekuensi dari keberadaan manusia sebagai mitra keberadaan Allah (Kej.2:18-25); sebagai yang diciptakan menurut gambar Allah (Kej.1:27,28)]

182. Pert : Bagaimana seharusnya orang percaya memahami ciri khas negara?
Jwb : Ciri khas negara terletak di dalam kehidupannya yang berpusat pada pelaksanaan kekuasaan, sehingga seluruh rakyat mengakui dan tunduk kepada pelaksanaan kekuasaan itu. Ini lazim disebut asas kekuasaan negara.
[Rm.13:1-7; Tit.3:1; 1Ptr.2:13,14,17]

183. Pert : Dari manakah asal kekuasaan negara, sehingga orang percaya mengakui dan tunduk kepada kekuasaan negara?
Jwb : Kekuasaan negara berasal dari rakyat. Ini lazim disebut asas kedaulatan rakyat. Di dalam kehidupan negara, rakyat menghibahkan kekuasaan kepada negara agar negara dapat diselenggarakan.
[Konsekuensi dari Kej.1:27,28]

184. Pert : Kekuasaan negara harus diwujudnyatakan agar penyelenggaraan negara dapat berjalan. Bagaimanakah cara mewujudnyatakan kekuasaan negara?
Jwb : Pada prinsipnya ada dua cara mewujudkan secara konkret kekuasaan negara, yaitu:
1. Menyerahkan kekuasaan negara kepada pribadi.
2. Melembagakan kekuasaan negara menjadi lembaga kekuasaan negara.
[Fenomena kehidupan negarawi; 1Ptr.2:13,14]

185. Pert : Dari antara kedua cara itu, orang percaya seharusnya memilih yang mana?
Jwb : Mengingat begitu besarnya kekuasaan negara, maka sangat berbahaya apabila menyerahkan kekuasaan negara kepada pribadi. Oleh karena itu, cara yang paling tepat adalah mewujudkan kekuasaan negara di dalam lembaga kekuasaan negara. Inilah yang lazim disebut asas lembaga kekuasaan negara.
[Band. Ams.15:22; 11:14; 20:18]

186. Pert : Apa fungsi dasar lembaga kekuasaan negara?
Jwb : Ada tiga fungsi dasar lembaga kekuasaan negara, yaitu:
1. Memegang kekuasaan negara.
2. Menentukan tujuan penggunaan kekuasaan negara.
3. Menentukan siapa yang menjadi pemegang kekuasaan negara.

187. Pert : Bagaimanakah prinsip-prinsip kehidupan bernegara yang diterima oleh orang percaya?
Jwb : Ada enam prinsip kehidupan bernegara yang diterima oleh orang percaya, yaitu:
1. Prinsip pengawasan. Setiap pemegang kekuasaan negara adalah manusia biasa yang berada dalam kondisi dosa, sehingga dapat menyalahgunakan kekuasaannya. Oleh karena itu, setiap pemegang kekuasaan negara membutuhkan pengawasan. [Pkh.3:7-13]
2. Prinsip negara hukum. Karena ada bahaya pemegang kekuasaan negara berlaku sewenang-wenang dengan kekuasaan yang dipegangnya, maka setiap penggunaan kekuasaan negara di dalam penyelenggaraan negara harus dituangkan di dalam hukum. [Band.Ams.21:29]
3. Prinsip negara demi manusia. Alasan adanya negara adalah untuk manusia itu sendiri, tujuan negara dan pelaksanaan kekuasaan negara adalah manusia itu sendiri. [Rm.13:4a]
4. Prinsip negara kesejahteraan. Adanya negara demi manusia diwujudnyatakan dalam tujuan negara. Tujuan negara untuk menciptakan kehidupan yang dapat dinikmati oleh semua yang terlibat di dalamnya sebagai kehidupan yang sejahtera sesuai dengan martabat manusia. Prinsip negara demi manusia juga disebut prinsip negara kesejahteraan. [Rm.13:4,5; Tit.3:1,8 (perhatikan ayat 8, ophelimo = berguna); 1Ptr.2:14]
5. Prinsip martabat manusia. Allah memperlakukan manusia sesuai dengan martabatnya, membimbing orang percaya kepada suatu asas bahwa di dalam kehidupan bernegara hormat terhadap martabat manusia harus menjadi norma etis yang tertinggi. Dengan demikian setiap kebijakan penyelenggaraan negara dipandang benar bila menghargai martabat manusia. [Kej.9:6; Mrk.12:31; Kol.3:10; 1Ptr.2:17]
6. Prinsip hak-hak asasi manusia. Untuk melindungi rakyat dari perlakuan tidak adil, maka negara membuat Undang-undang Hak-hak Asasi Manusia. Dengan Undang-undang tersebut, baik pemegang kekuasaan negara maupun rakyat mempunyai pegangan yang jelas untuk menghormati, membela atau mempertahankan hak-hak asasi manusia dalam kehidupan bernegara.
Minggu ke-20, SIKAP TERHADAP KEKUASAAN NEGARA

188. Pert : Bagaimana pandangan orang percaya terhadap penguasa?
Jwb : Penguasa adalah manusia yang di dalam tata-reksa Allah[26]) diberi kesempatan oleh Allah untuk memegang kekuasaan negara.

189. Pert : Bagaimana Allah memberi kesempatan kepada penguasa untuk memegang kekuasaan negara?
Jwb : Kesempatan itu diberikan oleh Allah terjalin dalam budaya politik masing-masing negara. Hal ini disebut asas kuasa dari Allah. Dalam pemberian kesempatan itu Allah menganyamkan tata-reksa-Nya yang umum (universal) dengan kebebasan manusia untuk mewujudkan kehidupannya sendiri.
[Rm.13:1,2]

190. Pert : Apakah asas kuasa dari Allah tidak bertentangan dengan asas kedaulatan rakyat?
Jwb : Tidak. Sebab, di dalam asas kedaulatan rakyat dipahami kekuasaan negara secara langsung berasal dari rakyat. Secara tidak langsung penguasa mendapat kesempatan dari Allah untuk memegang kekuasaan.

191. Pert : Bagaimana pandangan orang percaya tentang kekuasaan negara?
Jwb : Didasari oleh Roma 13:1-2 orang percaya memahami kekuasaan negara sebagai berikut:
1. Pemerintah adalah orang-orang diberi kesempatan oleh Allah memegang kekuasaan negara untuk dilaksanakan di dalam penyelenggaraan negara. dan kesempatan itu diberikan oleh Allah dalam rangka tata-reksaNya.
2. Orang percaya harus menghormati dan mendukung permerintah serta tidak dibenarkan bertindak asal melawan; sebab dengan begitu ia melawan tata-reksa Allah dan itu pasti ada hukumannya.
[Rm.12:1-2 sebagai dasar kehidupan etis yang petunjuknya meliputi Rm.12-15; Rm.13:4-5. Orang-orang percaya di Roma (penerima surat Roma) hidup di negara Romawi. Paulus menyebut penguasa Romawi (yang diangkat menurut sistem politik Romawi), yaitu: “hamba Allah bagi kamu menuju ke kebaikan” (Theou diakonos soi eis to agathon)]

192. Pert : Apa artinya bahwa orang percaya tidak dibenarkan melawan pemerintah asal melawan?
Jwb : Pada prinsipnya orang percaya menghormati dan tunduk kepada pemerintah berdasarkan tempatnya dalam tata-reksa Allah. Namun terbuka kemungkinan bagi orang percaya untuk melawan pemerintah kalau ternyata pemerintah tidak memenuhi fungsinya di dalam tata-reksa Allah.

193. Pert : Bagaimana orang percaya menilai pemerintah yang baik, yang memenuhi fungsinya dalam tata-reksa Allah?
Jwb : Pemerintah yang baik, yaitu yang mendatangkan kesejahteraan rakyat, menghormati hak asasi manusia dan memperlakukan rakyat secara adil.

194. Pert : Bagaimana sikap orang percaya terhadap ideologi negara?
Jwb : Orang percaya menerima ideologi negara sebagai sesuatu yang wajar dan berguna. Sebab manusia diberi kebebasan oleh Tuhan untuk mewujudkan kehidupannya sesuai dengan yang dicita-citakannya. Setiap bangsa berhak menentukan dan memiliki ideal-ideal dasarnya sendiri mengenai kehidupan bernegara. Ideal-ideal dasar itu lazim disebut ideologi.
[Konsekuensi aktual dari kebebasan manusia merancang kehidupannya, Kej.2:17]

195. Pert : Bentuk negara, sistem pemerintahan dan ideologi yang bagaimana yang dapat diterima oleh orang percaya?
Jwb : Orang percaya bersikap terbuka mengenai bentuk negara, sistem pemerintahan dan ideologi.

196. Pert : Apakah itu berarti bahwa orang percaya dapat menerima bentuk negara, sistem pemerintahan dan ideologi apapun?
Jwb : Tidak. Orang percaya mempunyai tolok ukur, yaitu apakah bentuk negara, sistem pemerintahan dan ideologi itu memberi tempat untuk asas-asas yang dapat diterima oleh orang percaya. Ini lazim disebut asas keterbukaan bersyarat.

197. Pert : Orang percaya dengan serius menjalani kehidupan bernegara. Apakah dasar pemahaman yang harus dipegang untuk itu?
Jwb : Orang percaya berpegang pada tiga dasar pemahaman, yaitu:
1. Sebagai imam, orang percaya melayani kehidupan bernegara di dalam kebersamaan (solidaritas) nasional, yaitu tercapainya tujuan negara adalah kepentingan, kewajiban dan tanggung jawab bersama.
2. Sebagai raja, orang percaya berpartisipasi (ambil bagian) di dalam menentukan kebijakan penyelenggaraan negara.
3. Sebagai nabi, orang percaya menegur, memperingatkan atau malah menentang segala ketidakadilan, kesewenang-wenangan dan penghinaan terhadap martabat manusia.
Itulah yang lazim disebut dasar pemahaman imamat-rajawi-nabiah. Dengan dasar pemahaman ini orang percaya mempertanggungjawabkan partisipasinya di dalam kehidupan bernegara.

198. Pert : Apakah gereja boleh berolah politik praktis?
Jwb : Tidak. Sebab gereja mempunyai ciri khasnya sendiri, yaitu sebagai suatu kehidupan bersama agamawi. Gereja mempedulikan kehidupan politik tanpa mempunyai ambisi untuk memperoleh kekuasaan.

199. Pert : Apa yang harus dilakukan gereja dalam kehidupan bernegara?
Jwb : Ada empat hal, yaitu:
1. Mengikuti dan memahami perkembangan kehidupan politik.
2. Menggembalakan warganya yang berolah politik praktis.
3. Menggembalakan warganya untuk menjadi warga negara yang baik, yang mencerminkan sikap hidup dan tingkah laku orang percaya.
4. Bila perlu, membuat dan mengeluarkan pernyataan politik berdasarkan asas imamat-rajawi-nabiah.

200. Pert : Bagaimana hubungan yang tepat antara negara dan agama, sebab rakyat suatu negara berbeda-beda agamanya?
Jwb : Berdasarkan asas anti-totaliterisme dan asas keanekaan kehidupan, maka hubungan yang tepat antara negara dan agama adalah hubungan yang didasarkan pada prinsip pemisahan yang tegas antara negara dan agama. Itulah yang lazim disebut asas negara sekuler.
[Band.Mat.22:21; (baca ayat 15-21) dan paralelnya]

201. Pert : Apa isi asas negara sekuler itu?
Jwb : Isi asas negara sekuler adalah :
1. Negara tidak memasukkan agama ke dalam wilayah kekuasaannya, dan sebaliknya agama tidak menguasai negara menjadi bawahannya.
2. Negara menghormati agama dengan ciri khasnya sendiri, sehingga tidak ada campur tangan negara terhadap agama sebagai agama, dan sebaliknya agama menghormati negara dengan ciri khasnya sendiri, sehingga tidak ada campur tangan agama terhadap penyelenggaraan negara.
3. Hukum negara tidak diangkat dari atau dibuat berdasarkan hukum agama.
4. Tidak ada agama yang diangkat menjadi agama negara, agama satu-satunya yang harus dianut oleh seluruh rakyat.
5. Negara membantu rakyatnya dalam kehidupan beragama, berdasarkan pandangan bahwa kehidupan beragama adalah suatu jalan bagi manusia untuk memperoleh kebahagiaan religius, sedangkan kebahagiaan religius merupakan suatu segi kesejahteraan yang menjadi tujuan negara.
[Asas anti-totaliterisme; Asas keanekaan kehidupan; Perbedaan karakteristik agama dan negara; Kebebasan merancang kehidupan; Asas negara kesejahteraan (negara demi manusia)]

Minggu ke-21, PANDANGAN DAN SIKAP TERHADAP AGAMA-AGAMA

202. Pert : Apakah titik tolak orang percaya dalam memahami dan menentukan sikap terhadap agama-agama?
Jwb : Titik tolaknya adalah agama merupakan suatu kenyataan yang bersifat umum. Sebab adanya agama bukan suatu kebetulan, melainkan suatu segi kehidupan manusia yang mempunyai dasarnya di dalam keberadaan manusia itu sendiri, yaitu kesadaran bahwa dirinya terhubung dengan Allah. Inilah yg disebut kesadaran religius manusia.
[Kej.4:3-7; Kis.17:22-23; Rm.2:14-16]

203. Pert : Dari mana kesadaran religius itu berasal?
Jwb : Kesadaran religius berasal dari Allah sejak penciptaan. Penjelasannya: manusia diciptakan menurut gambar Allah, oleh karena itu keberadaan manusia terhubung dengan keberadaan Allah, sehingga manusia mempunyai kedudukan sebagai mitra keberadaan Allah. Sebagai mitra keberadaan Allah, manusia memiliki kesadaran religius yang diwujudkan dalam bentuk agama sebagai saluran dan wadah dalam menghayati hubungannya dengan Allah.
[Kej.1:26-28; Kis.17:16-20, dalam ayat 19 dipakai kata “ajaran” (didakhe); Rm.1:19-21]

204. Pert : Apakah ada peran Allah dalam timbulnya agama?
Jwb : Ada. Allah memelihara kesadaran religius manusia, sehingga kesadaran religius itu tidak musnah karena dosa manusia. Dengan kesadaran religius itu, manusia mengungkapkan dan menghayati hubungannya dengan Allah dalam bentuk agama. Jadi dalam terbentuknya agama ada peran Allah dan peran manusia.
[Mis. Orang-orang Majus dari Timur, Mat.2:1,2; agama-agama bangsa-bangsa di sekitar Israel yang menyeret Salomo, 1Raj.11:3-8]

205. Pert : Oleh karena ada peran manusia dalam terbentuknya agama, apakah ada ketidaksempurnaan dalam agama?
Jwb : Ada. Di setiap agama terdapat ketidaksempurnaan. Meskipun demikian agama merupakan perwujudan kesadaran religius manusia untuk menghayati hubungannya dengan Allah, sehingga agama dapat mendatangkan kebahagiaan religius.

206. Pert : Agama dapat mendatangkan kebahagiaan bagi manusia, apakah itu berarti agama dapat mendatangkan keselamatan bagi manusia?
Jwb : Tidak; sebab keselamatan, dalam arti kembalinya manusia ke dalam hubungan yang benar dengan Allah, dalam pemahaman GKJ hanya dapat diperoleh dalam karya penyelamatan Allah melalui Yesus Kristus. Tidak satu pun agama dapat menyelamatkan manusia.
[Rm.3:20-26]

207. Pert : Bagaimana dijelaskan bahwa agama merupakan suatu tata kehidupan yang menata hubungan manusia dengan Allah?
Jwb : Agama adalah bagian dari kehidupan manusia. Oleh karena itu agama juga merupakan tata kehidupan manusia yang menata penghayatan hubungan religius manusia dengan Allah.

208. Pert : Bagaimana prinsip tata kehidupan agama itu?
Jwb : Prinsip tata kehidupan agama dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Agama berpusat pada konsep dasar yang mengandung setidak-tidaknya unsur-unsur:
a. Konsep tentang Allah.
b. Konsep tentang alam dengan manusia sebagai pusatnya.
c. Konsep tentang hubungan antara manusia dan Allah, serta alam dan Allah.
d. Konsep tentang apa yang wajib dilakukan oleh manusia terhadap Allah.
e. Konsep tentang apa yang bisa diharapkan oleh manusia dari Allah.
2. Konsep dasar yang merupakan inti agama itu diolah menjadi tatanan kehidupan yang lebih rinci sehingga dapat diterapkan, yaitu:
a. Tatanan ajaran.
b. Tatanan ibadat.
c. Tatanan hukum.
d. Tatanan keumatan.

209. Pert : Apa fungsi tiap-tiap tatanan dalam tata kehidupan agama?
Jwb : Secara asasi fungsi tatanan itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Dengan tatanan ajaran, manusia hendak mengaku tentang siapa Allah, siapa manusia, bagaimana hubungan manusia dan Allah, apa yang wajib dilakukan oleh manusia terhadap Allah, apa yang diharapkan oleh manusia dari Allah.
2. Dengan tatanan ibadat agamanya, manusia yang berada di dunia ini hendak mengungkapkan dan menghayati hubungannya dengan Allah.
3. Dengan tatanan hukum agamanya, manusia hendak menyatakan ketaatannya kepada Allah.
4. Dengan tatanan keumatan agamanya, manusia hendak menyatakan sosialitasnya di dalam kehidupan religiusnya.
[Kel.20:24; Ul.12:1-7; 25:5-10; Yos.24:25-28; Mzm.122; Yes.24:16-19 (baca ayat 2-24); Flp.2:5-11; Kol.1:15-23]

210. Pert : Apakah pengertian agama demikian itu juga berlaku untuk agama Kristen?
Jwb : Ya. Pada hakikatnya agama Kristen sama dengan agama lain. Tetapi sama seperti semua agama lain, agama Kristen mempunyai keistimewaannya yang membuat dirinya secara asasi berbeda dari agama lain.

211. Pert : Apakah keistimewaan agama Kristen itu?
Jwb : Keistimewaan agama Kristen terletak di dalam hal tatanan ajaran, ibadat, hukum dan keumatan yang dibuat dalam rangka menanggapi penyelamatan Allah ke atas manusia melalui Yesus Kristus.

212. Pert : Apa makna agama Kristen bagi orang percaya?
Jwb : Agama Kristen adalah saluran dan wadah untuk menerima, menghayati dan mengungkapkan penyelamatan Allah yang berlaku ke atas orang percaya.

213. Pert : Bagaimana orang Kristen bersikap terhadap agama-agama lain?
Jwb : Orang percaya mengakui dan menghormati hak hidup agama lain, termasuk di dalamnya hak untuk dianut, diamalkan dan disiarkan, tanpa perlu jatuh ke dalam kesalahan menyamakan semua agama. Bila perlu, orang percaya membela hak-hak agama lain yang diperlakukan tidak adil.

214. Pert : Bagaimana seharusnya sikap orang percaya terhadap kebebasan memilih dan mengamalkan agama?
Jwb : Berdasarkan kebebasan manusia untuk merencanakan sendiri kehidupannya, sebagaimana diberikan oleh Sang Khalik kepada manusia, maka sikap orang percaya adalah:
1. Mengakui dan menghormati hak setiap orang untuk menentukan bagi dirinya agama yang hendak dipilih dan dianutnya.
2. Menghargai kebebasan setiap orang untuk keluar dari agama yang selama ini dianutnya dan berpindah masuk ke agama yang lain.
[Luk.5:31-32 (baca ayat 27-32); band. Mat.10:14 (baca ayat 5-15) dan paralelnya; Kis.17:32-34]

215. Pert : Apa dasar sikap orang percaya terhadap penganut-penganut agama lain?
Jwb : Orang percaya berpijak pada dua dasar, yaitu:
1. Sifat manusia sebagai makhluk sosial yang menyebabkan manusia senantiasa hidup bersama.
2. Kebebasan setiap orang untuk menentukan agama yang hendak dianutnya.
Dengan bertolak dari dua dasar tersebut di atas, maka orang percaya membuka diri untuk melakukan dialog dan kerjasama dengan penganut agama lain.

216. Pert : Bagaimana dengan tugas panggilan memberitakan penyelamatan Allah yang di dalam praktek berarti berhadapan dengan agama lain?
Jwb : Tanpa sedikitpun mengurangi hormat kepada agama lain beserta hak-haknya, orang percaya tetap memberitakan penyelamatan Allah kepada sesama manusia untuk memberikan kesempatan kepada sesama itu mendengar dan menjawab penyelamatan Allah. Pemberitaan penyelamatan Allah adalah demi keselamatan manusia, bukan untuk meniadakan agama lain dan berjalan di atas prinsip kebebasan, bukan paksaan.
[Rm.10:14-15]

BAB ENAM
BEBERAPA WARISAN ROHANI YANG PENTING
DALAM KEHIDUPAN GEREJA

Minggu ke-22, SEPULUH HUKUM TUHAN

217. Pert : Apakah pedoman dasar bersikap dan bertingkahlaku orang percaya dalam menjalani kehidupan di dunia?
Jwb : Pedoman dasarnya adalah Sepuluh Hukum TUHAN, yang menitahkan sebagai berikut:
”AKU-lah TUHAN, Allah-mu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan;
1. Jangan ada padamu allah lain di hadapanKu.
2. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab AKU, TUHAN, Allah-mu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci AKU, tetapi AKU menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi AKU dan yang berpegang pada perintah-perintahKu.
3. Jangan menyebut nama TUHAN, Allah-mu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan.
4. Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allah-mu, maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang ditempat kediamanmu. Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya.
5. Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allah-mu, kepadamu.
6. Jangan membunuh.
7. Jangan berzinah.
8. Jangan mencuri.
9. Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu.
10. Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu.”
[Kel.20:2-17; Ul.5:6-21]

218. Pert : Mengapa Sepuluh Hukum TUHAN yang dijadikan pedoman dasar sikap dan tingkah laku orang percaya?
Jwb : Hal itu didasarkan pada kehendak Allah yang berkenan menggunakan Sepuluh Hukum TUHAN sebagai pedoman dasar bagi Israel di dalam penyelamatan-Nya. Gereja atau orang percaya, yang di dalam sejarah penyelamatan Allah merupakan kelanjutan Israel, juga harus bersikap dan bertingkah laku dengan berpedoman dasar pada Sepuluh Hukum TUHAN.
[Im.26:12,13; 26:14-17]

219. Pert : Di dalam mukadimah Sepuluh Hukum TUHAN, tertulis firman “AKUlah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan”, apa arti firman itu?
Jwb : Firman itu menyatakan dasar difirmankanNya Sepuluh Hukum Tuhan kepada Israel, yaitu:
1. Siapa TUHAN yang memerintahkan Sepuluh Hukum.
2. Siapa Israel yang harus tunduk kepada Sepuluh Hukum.
3. Mengapa Sepuluh Hukum diperintahkan kepada Israel.
4. Untuk apa Sepuluh Hukum diperintahkan kepada Israel.

220. Pert : Apakah isi dasar yang dinyatakan di dalam mukadimah itu?
Jwb : Isi dasar itu ialah:
1. TUHAN adalah Allah yang mengasihi dan menyelamatkan Israel.
2. Israel adalah umat yang dikasihi dan diselamatkan Allah.
3. Sepuluh Hukum TUHAN adalah tanda perjanjian.
4. Sepuluh Hukum TUHAN menjadi tolok ukur atau norma hidup yang mengajak umat untuk bersyukur.
[Ul.6:20-25; 4:20; 7:6; 5:1-22; 6:10-19]

221. Pert : Apakah maksud hukum pertama?
Jwb : Maksud hukum pertama adalah bahwa Umat Israel tidak boleh mempunyai ilah lain kecuali TUHAN. Untuk mempertahankan keselamatannya, Israel harus tetap setia kepada TUHAN sebagai Allah-nya.

Prinsip yang sama juga berlaku bagi orang percaya. Untuk tetap mempertahankan keselamatan, orang percaya harus tidak mempunyai illah lain, kecuali Allah yang menyatakan diri dalam Tuhan Yesus.
[Ul.6:4,12-15; band. mis. Kel.22:20]

222. Pert : Apakah maksud hukum kedua?
Jwb : Maksud hukum kedua adalah bahwa di dalam hubungan perjanjian antara Israel dengan TUHAN, Israel berada dalam posisi sebagai pihak yang harus menyembah TUHAN. Untuk menyembah TUHAN dan beribadat kepada TUHAN, Israel tidak boleh menggunakan gambaran yang direka dalam bentuk patung apapun juga.

Prinsip yang sama berlaku juga bagi orang percaya. Orang percaya harus menyembah dan beribadat kepada Allah, tanpa menggunakan gambaran atau bentuk patung apapun.
[Seperti yang dilakukan Israel dengan membuat dan menyembah patung lembu emas, Kel.32:1-35 (perhatikan ayat 4); band. Im.26:1; Ul.9:12]

223. Pert : Apakah maksud hukum ketiga?
Jwb : Maksud hukum ketiga adalah bahwa nama adalah simbol dan kehormatan pribadi. Sikap seseorang terhadap pribadi lain terungkapkan di dalam cara dia menyebut nama pribadi itu. Di dalam hubungan perjanjian dengan TUHAN, Israel berada di dalam posisi harus menyembah TUHAN, Allah-nya; dan itu berarti harus menghormat atau memuliakan Dia. Jadi hukum yang ketiga menuntut Israel untuk menyebut nama TUHAN dengan penuh hormat dan dalam suasana hati yang menyembah.

Prinsip yang sama berlaku juga bagi orang percaya, yaitu bahwa di dalam hubungan perjanjian dengan Allah, ia pun harus menyebut nama Allah, nama Tuhan Yesus di dalam suasana penuh hormat dan hati yang menyembah.
[Band. mis. tempat ibadat di sebut “tempat peringatan bagi nama” TUHAN; Kel.20:24; band. Im.24:10-16]

224. Pert : Apakah maksud hukum keempat?
Jwb : Maksud hukum keempat adalah bahwa TUHAN menitahkan agar umat Israel menguduskan satu dari ketujuh hari yang dimilikinya, untuk secara khusus dipakai menyembah TUHAN.

Prinsip yang sama berlaku bagi orang percaya, untuk menguduskan satu dari tujuh hari yang ada untuk menjadi hari penyembahan, yaitu hari Minggu.
[Kel.31:12-17; Hari kebangkitan Tuhan Yesus (yang jatuh pada hari Minggu itu) disebut kyriake hemera, hari Tuhan (Why.1:10), dan itu menjadi dasar bagi gereja untuk menetapkan hari itu sebagai hari Sabat]

225. Pert : Apakah maksud hukum kelima?
Jwb : Maksud hukum kelima adalah agar umat Israel menghormati ayah dan ibunya sebagai dasar untuk menghormati sesama. Ayah dan ibu adalah jalan yang dipakai TUHAN untuk kehadirannya sebagai manusia. Oleh karena itu menghormati ayah dan ibu adalah awal dan dasar untuk menghormati sesama di dalam kehidupan bersama.

Prinsip yang sama berlaku juga bagi orang percaya, yaitu orang percaya harus menghormati ayah dan ibunya.
[Di dalam Kel.21:15,17 hormat kepada ayah dan ibu ditempatkan dalam pokok hukum tentang hormat kepada sesama manusia (ayat 12-36), sedangkan di dalam Im.20:9 dihubungkan dengan kekudusan umat TUHAN (ayat 1-27)]

226. Pert : Apakah maksud hukum keenam?
Jwb : Hukum keenam dimaksudkan agar umat Israel menghargai hidup manusia. Oleh karena itu tidak seorang pun yang berhak menghilangkan hidup sesamanya. Sebab hidup diberikan kepada manusia hanya oleh Tuhan.

Prinsip yang sama berlaku juga bagi orang percaya. Oleh karena itu, orang percaya tidak berhak menghilangkan hidup sesamanya. Bahkan Tuhan Yesus mengartikan membunuh sebagai sikap dan perlakuan yang tidak menghormati martabat manusia.
[Di dalam Kel.21:12 hukum “jangan membunuh” ditempatkan dalam pokok hukum tentang hormat kepada sesama manusia (ayat 12-36), sedangkan di dalam Im.24:17 dihubungkan dengan hukum “jangan menyebut nama TUHAN dengan sembarangan” (ayat 10-16)]

227. Pert : Apakah maksud hukum ketujuh?
Jwb : Maksud hukum ketujuh adalah umat Israel harus menguduskan kehidupan seksualnya sebagai umat TUHAN. Kehidupan seksual mempunyai dasarnya di dalam penciptaan, yaitu bahwa manusia diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan yang saling membutuhkan untuk mewujudkan dan melestarikan kemanusiaannya. Kehidupan seksual yang berasal dari penciptaan itu ditata dalam lembaga perkawinan/keluarga. Dengan demikian kehidupan seksual yang dijalaninya bermartabat manusia, sehingga memuliakan Allah.

Prinsip yang sama berlaku juga bagi orang percaya. Orang percaya harus memuliakan Allah dengan kehidupan seksualnya yang bermartabat manusia dengan cara menjalani kehidupan seksualnya di dalam lembaga perkawinan/keluarga.
[Baik di dalam Im.18:6-20 maupun di dalam Im.20:10-26, pengudusan kehidupan seksual dimotivasikan oleh kekudusan umat yang berhubungan dengan kekudusan TUHAN Allah-nya; Sejajar dengan itu ialah 1Tes.4:2-8. Di dalam Ams.6:27-29,32-35 berzinah dilukiskan sebagai tindakan bodoh yang merusak diri sendiri band. radikalisme Tuhan Yesus. Mat.1:27-32]

228. Pert : Apakah maksud hukum kedelapan?
Jwb : Maksud hukum kedelapan adalah agar umat Israel menghargai hak milik sesamanya maupun hak milik sendiri. Pada hakikatnya mencuri adalah mengambil hak milik orang lain tanpa izin. Oleh karena itu, mencuri adalah tindakan yang membuat kehidupan si pelaku tak bermartabat gambar Allah dan merampas hak sesamanya.

Prinsip yang sama berlaku juga bagi orang percaya, yaitu menghargai hak milik sesama maupun hak milik sendiri.
[Pelaksanaan titah kedelapan ini di dalam Kel.22:1-15 dituangkan dalam peraturan untuk melindungi milik; di dalam 1Kor.6:10 pencuri dikualifikasikan sebagai yang “tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan ALLAH”]

229. Pert : Apakah maksud hukum kesembilan?
Jwb : Maksud hukum kesembilan adalah agar manusia bersikap jujur terhadap sesamanya. Berdusta membuat kehidupan si pelaku tidak bermartabat gambar Allah dan merusakkan kehidupan bersama.

Prinsip yang sama berlaku juga bagi orang percaya, yaitu agar orang percaya bersikap jujur terhadap sesamanya.
[Kel.23:1-9 menghubungkan titah ke-9 ini dengan hak-hak manusia, keadilan; dan Im.19:11-16 menghubungkannya dengan kekudusan umat yang berorientasi kekudusan TUHAN; dan Tuhan Yesus memberikan rumusan radikal mengenai titah ini dalam Mat.5:33-37]

230. Pert : Apakah maksud hukum kesepuluh?
Jwb : Maksud hukum kesepuluh adalah agar umat Israel mengendalikan hatinya untuk menghindari tindakan dosa yang disebabkan keinginan yang jahat. Tindakan dosa itu berasal dari hati yang mengingini. Oleh karena itu, umat Israel tidak boleh melampiaskan keinginan hatinya yang jahat, sehingga memper-ilah keinginan hatinya itu.

Prinsip yang sama berlaku juga bagi orang percaya, yaitu orang percaya harus menjalani kehidupannya dengan mengendalikan hati untuk tidak mengingini hal-hal yang mendorong dirinya ke tindakan-tindakan dosa.
[Ams.11:23; Rm.7:8; Dengan tubuh sebagai simbol manusia di dalam kondisi dosa Paulus mengingatkan orang-orang percaya mengenai dosa mengingini itu, Rm.6:12; 13,14 (baca ayat 12-14); band. Gal.5:17,24; 1Ptr.2:11; 4:2]

Minggu ke-23, HUKUM KASIH

231. Pert : Apa yang dimaksud dengan Hukum Kasih?
Jwb : Yang dimaksud dengan Hukum Kasih adalah intisari dari Sepuluh hukum TUHAN, sebagaimana diajarkan oleh Tuhan Yesus, sebagai berikut:
“Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.”
[Mat.22:37-40; Mrk.12:29-31; Luk.10:25-28]

232. Pert : Apa sebabnya Tuhan Yesus mengajarkan Hukum Kasih sebagai pedoman hidup orang percaya?
Jwb : Sebabnya adalah :
1. Pada zaman Tuhan Yesus, guna membina umat Israel agar dalam hidup sehari-hari lebih baik dalam melaksanakan Hukum Taurat, para imam, ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengajarkan petunjuk-petunjuk praktis yang rinci sebagai pedoman hidup sehari-hari. Ajaran para ahli Taurat ini pada akhirnya sangat mengutamakan ketaatan terhadap hukum untuk mencapai keselamatan, sehingga kehilangan maknanya yang paling inti.
2. Tuhan Yesus menunjukkan inti kitab Taurat dan kitab nabi-nabi yang telah dilupakan itu melalui penekanan kembali Hukum Kasih secara jelas.
3. Hukum Kasih itulah yang selanjutnya menjadi pedoman hidup utama bagi orang percaya.
[Mat.6; Mat.23]

233. Pert : Apakah artinya ringkasan hukum yang pertama yang berbunyi “Kasihilah Tuhan, Allah-mu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal-budimu dan dengan segenap kekuatanmu” digolongkan sebagai hukum yang pertama dan yang terbesar?
Jwb : Dengan hukum itu Tuhan Yesus hendak menunjukkan bahwa mengasihi Tuhan adalah jiwa dari segala hukum. Itu berarti melaksanakan hukum-hukum yang lain adalah benar di mata Tuhan, hanya apabila itu dilakukan dengan dijiwai oleh kasih kepada-Nya sebagai jawab atas kasih Allah yang telah lebih dulu diterima oleh orang percaya.
[Kitab Ulangan yang merupakan reformasi kehidupan iman Israel) menempatkan “kasih kepada Allah” sebagai dasar terdalam segala hukum TUHAN Ul.6:4,5]

234. Pert : Apakah artinya bahwa hukum yang pertama dan yang terbesar itu menitahkan untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal-budi dan dengan segenap kekuatanmu?
Jwb : Hukum itu menuntut orang percaya untuk mengasihi Tuhan dengan keseluruhan kemanusiaannya, dengan segala kemampuan manusiawi yang dimilikinya.

235. Pert : Apa artinya bahwa ringkasan hukum yang kedua, yang berbunyi : “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”, sama dengan hukum yang pertama dan terbesar?
Jwb : Dengan mengatakan bahwa hukum yang kedua sama dengan hukum yang pertama, Tuhan Yesus hendak menegaskan :
1. Mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia adalah sama pentingnya bagi orang percaya untuk pedoman dasar tingkah laku hidupnya.
2. Kedua hukum itu saling berhubungan begitu erat, sehingga tak terpisahkan satu dari yang lain. Tidak mungkin mengasihi Allah tanpa mengasihi sesama manusia, dan sebaliknya.
[Im.19:17,18; 1Yoh.4:19-21]

236. Pert : Siapakah ”sesama manusia” itu?
Jwb : Ada tiga sudut pandang untuk memahami “sesama manusia”, yaitu:
1. Dari sudut pandang umat Allah, sesama adalah mereka yang menjawab penyelamatan Allah.
2. Dari sudut pandang asas penyelamatan Allah, sesama adalah semua manusia yang pada dasarnya dikasihi oleh Allah.
3. Dari sudut pandang kehidupan sehari-hari, sesama adalah semua orang, terutama yang membutuhkan pertolongan.
[Untuk memecahkan masalah “batu sandungan”, Paulus menggunakan asas kasih kepada sesama orang percaya Luk.10:25-37; 1Kor.8:1-13; Ef.2:11-22]

237. Pert : Apakah artinya “mengasihi sesama seperti diri sendiri”?
Jwb : Bagi orang percaya “mengasihi sesama seperti diri sendiri” adalah menempatkan sesama berharga di hadapan Allah, seperti dirinya sendiri.
[Kej.1:26,27; Ef.2:1-7; Tit.3:3-7]

238. Pert : Apakah artinya bahwa “pada kedua hukum itu tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi”?
Jwb : Artinya seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi berintikan kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama.
[Dalam konteks Ul.6:1-25, perhatikan ayat 4,5; dan dalam konteks Ul.11:8-32, perhatikan ayat 13,22; Rm.13:8-10; Gal.5:14]

Minggu ke-24, PENGAKUAN IMAN RASULI

239. Pert : Dengan adanya PPA GKJ, apakah GKJ masih perlu memegang Pengakuan Iman Rasuli?
Jwb : Masih perlu. Sebab adanya PPA GKJ, sama sekali tidak dimaksudkan untuk melepaskan Pengakuan Iman Rasuli. Pengakuan Iman Rasuli dipahami dalam bingkai PPA GKJ.

240. Pert : Bagaimana sikap GKJ terhadap Pengakuan Iman Rasuli?
Jwb : GKJ tetap mempertahankan dan menjunjung tinggi Pengakuan Iman Rasuli, dengan dua alasan dasar, yaitu:
1. Pengakuan Iman Rasuli adalah pengakuan iman yang dilahirkan oleh gereja awal, yang berintikan pengajaran rasul-rasul mengenai penyelamatan Allah ke atas manusia.
2. Melalui Pengakuan Iman Rasuli, GKJ menempatkan diri bersama dengan gereja-gereja lain dalam sejarah penyelamatan Allah sejak zaman para rasul.
[Band. 2Ptr.3:2; Yud.17]

241. Pert : Mengapa GKJ menyusun PPA GKJ padahal masih tetap mempertahankan dan menjunjung tinggi Pengakuan Iman Rasuli?
Jwb : Sebab seiring dengan perkembangan zaman dan pertumbuhan GKJ, GKJ merasa perlu mengembangkan dan memperkaya serta menerapkan Pengakuan Iman Rasuli di dalam dunianya pada zamannya dengan kondisinya yang khas.

242. Pert : Apakah dalam mengembangkan, memperkaya dan menerapkan Pengakuan Iman Rasuli di dalam PPA GKJ dapat dilakukan dengan sebebas-bebasnya?
Jwb : Tidak. Sebab dalam mengembangkan, memperkaya dan menerapkan Pengakuan Iman Rasuli, GKJ menyusun ajarannya berdasar Alkitab.

243. Pert : Bagaimanakah bunyi rumusan Pengakuan Iman Rasuli?
Jwb : Bunyi rumusan Pengakuan Iman Rasuli adalah sebagai berikut:
1. Aku percaya kepada Allah Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi.
2. Dan kepada Yesus Kristus, AnakNya yang tunggal, Tuhan kita,
3. yang dikandung dari pada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria,
4. yang menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan, turun ke dalam kerajaan maut.
5. Pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati,
6. naik ke sorga, duduk di sebelah kanan Allah, Bapa yang Mahakuasa,
7. dan akan datang dari sana untuk menghakimi orang yang hidup dan mati.
8. Aku percaya kepada Roh Kudus;
9. Gereja yang kudus dan am; persekutuan orang kudus;
10. pengampunan dosa;
11. kebangkitan daging,
12. dan hidup yg kekal.

244. Pert : Apa isi Pengakuan Iman Rasuli yang dikembangkan, diperkaya dan diterapkan di dalam PPA GKJ?
Jwb : Isi Pengakuan Iman Rasuli yang dikembangkan, diperkaya dan diterapkan di dalam PPA GKJ adalah :
1. Allah menyatakan karya-Nya secara umum sebagai Pencipta segala sesuatu.
2. Allah menyatakan karya penyelamatan-Nya secara khusus dengan bekerja sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus.
3. Penyelamatan Allah ke atas manusia berdasarkan atas asas pengampunan, yang dilakukan melalui karya Tuhan Yesus yang meliputi:
a. Kelahiran-Nya menjadi manusia melalui Maria oleh Roh Kudus.
b. Kesengsaraan-Nya di bawah pemerintahan Pontius Pilatus dan kematian-Nya melalui hukuman salib serta turun-Nya ke dalam kerajaan maut.
c. Kebangkitan-Nya serta kenaikkan-Nya ke sorga.
d. Yesus yang menyelamatkan manusia itu akan datang kembali untuk melaksanakan penghakiman yang terakhir atas orang yang hidup dan yang mati.
e. Penyelamatan Allah melahirkan gereja yang merupakan persekutuan orang-orang yang dikuduskan berdasarkan pengampunan Allah karena kematian Tuhan Yesus di kayu salib.
f. Keselamatan yang diterima oleh orang percaya akan mencapai penyempunaannya dalam persekutuan yang sempurna dengan Allah, yang disebut hidup kekal, yang di dalamnya mereka memperoleh tubuh yang baru.
[Kel.2:13,14; Mat.1:18-25; 16:18 (baca ayat 13-20); 16:27; 19:29 dan paralelnya; 25:31-33 (baca ayat 31-46); Luk.23:24,25; 33:44-46; 52-54; 24:4-7; 50-52; Yoh.1:1-5; 15:26 (baca ayat 18-27); Kis.8:32-35 (band. Yes.53:7,8); Kis.20:28; Rm.8:1-4; 9-11; 1Kor.8:6; 1Kor.15:12-34; 35-58; Ef.2:11-22; Kol.1:15-20; 2Tes.1:6-10; 2Tim 4:1; Ibr.1:2,3; 1Ptr.4:5]

245. Pert : Bagaimana GKJ menggunakan Pengakuan Iman Rasuli di dalam kehidupannya?
Jwb : GKJ menggunakan Pengakuan Iman Rasuli dengan dua cara, yaitu:
1. Memasukkan Pengakuan Iman Rasuli ke dalam PPA GKJ.
2. Memberi tempat bagi Pengakuan Iman Rasuli di dalam liturgi ibadat sebagai suatu unsur ibadat yang diucapkan bersama-sama oleh seluruh peserta ibadat.

246. Pert : Mengapa Pengakuan Iman Rasuli perlu diucapkan bersama-sama oleh jemaat?
Jwb : Pengucapan Pengakuan Iman Rasuli bersama-sama oleh jemaat dimaksudkan agar jemaat mengalami dua hal, yaitu:
1. Jemaat menyegarkan kembali apa yang mereka imani mengenai penyelamatan Allah.
2. Jemaat menghayati persekutuan dengan gereja-gereja di sepanjang sejarah penyelamatan Allah.

Minggu ke-25, DOA

247. Pert : Apakah hakikat doa?
Jwb : Pada hakikatnya doa adalah suatu cara bagi orang beragama untuk mengungkapkan dan menghayati hubungannya dengan Allah.

248. Pert : Apakah doa Kristen pada hakikatnya sama dengan doa di dalam agama-agama yang lain?
Jwb : Doa Kristen pada hakikatnya sama dengan doa di dalam agama-agama lain, namun ada keistimewaannya. Keistimewaan doa Kristen terletak di dalam hal bahwa doa Kristen merupakan cara untuk mengungkapkan dan menghayati hubungan manusia dengan Allah berdasarkan penyelamatan Allah yang dilaksanakan oleh Tuhan Yesus Kristus. Itulah sebabnya doa orang Kristen dipanjatkan di dalam nama Tuhan Yesus Kristus.
[Yoh.14:13,14; 15:16; 16:23,24,26,27; band.1Yoh.5:14,15]

249. Pert : Apa artinya bahwa doa Kristen dilakukan berdasar penyelamatan Allah?
Jwb : Artinya:
1. Doa Kristen ditujukan kepada Allah yang mengasihi dan menyelamatkan manusia.
2. Doa Kristen tidak didasarkan pada kesucian ataupun kesalehan manusia, tetapi didasarkan pada pemulihan hubungan dengan Allah berdasarkan penyelamatan Allah yang dilaksanakan oleh Kristus Yesus.
3. Di dalam doa Kristen orang percaya dibantu juga oleh Allah dengan bekerjanya Roh Kudus yang mengajari bagaimana ia harus berdoa, bahkan Roh Kudus pun berdoa untuk orang percaya.
[Luk.18:9-14; Yoh.14:5-9; Kol.1:13-15; band.doa Daud dalam Mzm.51; Rm.8:26-27]

250. Pert : Apakah doa Kristen merupakan sesuatu yang dilakukan secara pribadi ataukah secara bersama-sama?
Jwb : Ada doa pribadi dan ada pula doa bersama, tergantung pada kebutuhan. Walaupun doa pribadi, doa Kristen harus selalu mengingat sesama. Itu berarti bahwa doa Kristen harus selalu mengandung unsur syafaat di dalamnya. Dengan demikian pada hakikatnya doa Kristen tidak berwatak mementingkan diri sendiri.
[Mat.6:6; Kis.1:14; 2:42; 1Tim.2:1-2]

251. Pert : Apa sebenarnya tujuan doa Kristen itu?
Jwb : Doa Kristen bertujuan :
1. Menyatakan sembah kepada Allah dengan mengakui kemahakuasaan serta kemuliaan nama-Nya;
2. Menghayati penyertaan Allah di dalam kehidupannya.
3. Menyatakan syukur atas segala yang telah diterima dan dialami di dalam kehidupannya yang disertai oleh Allah.
4. Memohon pertolongan Allah untuk campur tangan di dalam kehidupannya.
[Mzm.141:2; Dan 6:11; Flp.4:6; 2Tim.1:3; 1Ptr.3:12]

252. Pert : Apa manfaat doa Kristen bagi orang percaya?
Jwb : Ada tiga manfaat utama yang dapat dinikmati oleh orang percaya melalui doanya, yaitu:
1. Hidup dan keselamatannya terpelihara.
2. Penyertaan Allah berlanjut dan hatinya teguh dalam menjalani kehidupan.
3. Kasih kepada sesama terpelihara, karena unsur syafaat yang ada di dalamnya.
[Flp.4:6-7]

253. Pert : Kapan sebaiknya orang berdoa?
Jwb : Pada dasarnya kapan saja orang bisa berdoa, sekalipun demikian sangat berfaedah apabila orang percaya mendisiplinkan diri untuk berdoa secara teratur.
[Luk.6:12; 18:1; Kis.1:24; 3:1]

254. Pert : Apakah gereja perlu membuat rumusan-rumusan doa yang sudah jadi sehingga sewaktu-waktu dibutuhkan orang percaya dapat mempergunakannya?
Jwb : Untuk doa pribadi, gereja tidak perlu menyediakan rumusan-rumusan doa yang sudah jadi. Biarlah setiap orang percaya mengungkapkan doanya sendiri. Untuk doa bersama, tepatnya dalam hubungan dengan kebaktian-kebaktian khusus, gereja boleh memasukkan rumusan-rumusan doa yang sudah jadi di dalam liturgi.

255. Pert : Bagaimana halnya dengan doa Bapa Kami? Bukankah itu suatu doa yang sudah jadi yang boleh dan perlu dipakai di dalam doa pribadi orang percaya?
Jwb : Tuhan Yesus mengajarkan Doa Bapa Kami kepada murid-murid-Nya tidak dimaksudkan sebagai rumusan doa yang sudah jadi dan harus selalu diucapkan apalagi dianggap sebagai doa yang bertuah. Dengan Doa Bapa Kami itu Tuhan Yesus memberikan contoh mengenai isi utama doa. Di dalam isi utama doa itu juga tersirat sikap yang seharusnya ada jika orang percaya berdoa.
[Mat.6:5-13; perhatikan ayat 7 dan 8]

256. Pert : Apa isi utama Doa Bapa Kami?
Jwb : Isi utama Doa Bapa Kami adalah:
1. Memuliakan Allah. Dengan doanya, orang percaya datang kepada Allah serta memuliakan-Nya. Hal itu dinyatakan melalui kalimat: “Bapa kami yang di sorga, dikuduskanlah namaMu, datanglah KerajaanMu, jadilah kehendakMu di bumi seperti di sorga”.
2. Permohonan kepada Allah. Dengan doanya, orang percaya memohon agar Allah campur tangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar orang percaya, yaitu:
a. Kebutuhan dasar orang percaya sebagai manusia, antara lain kebutuhan akan makanan. Hal itu dinyatakan melalui kalimat: “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”.
b. Kebutuhan dasar orang percaya sebagai anak Allah antara lain:
o Kebutuhan untuk diampuni oleh Allah dan mengampuni sesama.
o Kebutuhan untuk merasa aman sehingga tidak jatuh ke dalam pencobaan dan dilepaskan dari yang jahat.
Hal itu dinyatakan melalui kalimat: “Dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami, dan janganlah membawa kami kedalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari yang jahat”.

257. Pert : Di manakah unsur syafaat dalam Doa Bapa Kami?
Jwb : Unsur syafaat dalam Doa Bapa Kami terdapat pada:
1. Sapaan terhadap Allah sebagai “Bapa Kami”. Dengan sapaan tersebut orang percaya datang kepada Allah dalam semangat kebersamaan.
2. Permohonan, “Dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami.” Dengan permohonan tersebut orang percaya datang menghadap Allah dengan membawa kepentingan sesamanya.
[Yak.5:15,16]

258. Pert : Apakah doa orang percaya yang dilakukan sesuai Doa Bapa kami tersebut pasti dikabulkan?
Jwb : Doa orang percaya bukan kalimat-kalimat magis yang dapat memaksa Allah untuk mengabulkan keinginan orang percaya. Doa orang percaya hanya bermanfaat apabila orang percaya melakukannya dengan sepenuh hati dan atas dasar iman yang benar. Jawaban Allah terhadap doa orang percaya tersebut tidak ditentukan oleh keinginan manusia, melainkan oleh kebijaksanaan Allah.
[Mis. Daud dengan doanya, 2 Sam.12:15-23; Yak.5:15,16]

259. Pert : Bagaimana seharusnya sikap orang percaya dalam mengharapkan jawaban Allah atas doanya?
Jwb : Sikap orang percaya dalam mengharapkan jawab Allah atas doanya adalah mempercayakan diri sepenuhnya kepada kebijaksanaan Allah di dalam kasih-Nya, karena Allah pasti akan memberikan yang terbaik bagi anak-anak-Nya. Untuk mengakhiri doa, sikap itu kita nyatakan dengan kata “amin[1][27])”.
[Mis:. sikap Paulus dalam 2Kor.12:7-9]


[1]) Diterbitkan sebagai buku, Cetakan I tahun 1997, Cetakan II tahun 1998.
[2]) Terjemahan bahasa Jawa dari Katekhismus Heidelberg tahun 1563, yang melalui gereja induk di Nederland (=Gereformeerde Kerken in Nederland) diterima sebagai warisan pokok-pokok kepercayaan Kristen.
[3]) Band. PPA GKJ, 1998, hal.3.
[4]) y.i. Pengakuan Iman Belanda (Confessio Belgica) susunan Guido de Bres (1561) dan Keputusan-keputusan Sinode Dordrecht 1618 (Lima Pasal Melawan Remonstran), ketiga dokumen itu sering disebut: Tiga Pasal Keesaan, Band. Dr. H. Berkhof & Dr. I.H.Enklaar, Sedjarah Geredja, Djakarta: Badan Penerbit Kristen, h.191.
[5]) Dapat ditelusuri mulai dari Akta Sinode 1969, 1971, 1975, 1976, 1978, 1981.
[6]) Akta Sinode XVI GKJ, 1981, Art. 47, ayat 2: “Menugaskan Dr. Harun Hadiwijono untuk menyusun buku katekisasi baru yang isinya juga memperhatikan konteks Indonesia/Jawa pada masa kini.”
[7]) Kita diingatkan kepada peran Zakharias Ursinus dan Caspar Olevianus dalam penyusunan Katechismus Heidelberg dan Guido de Bres dalam penyusunan Confessio Belgica.
[8]) Band. PPA GKJ, h. 3,4.
[9]) Band. PPA GKJ, h. 126.
[10]) Band. PPA GKJ 1996, kulit belakang.
[11]) Baca uraian di pokok yang berikut.
[12]) Guru besar filsafat di Universitas-universitas Negeri di Groningen dan Leiden serta Vrije Universiteit di Amsterdam, Negeri Belanda.
[13]) C.A. van Peursen, Strategi Kebudayaan, , Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1976, h. 18.
[14]) Ibid., 18, 21.
[15]) Ibid., 18, 56 br.
[16]) Ibid., 18, 21, 63, 65, 89.
[17]) Ibid., 18, 87, 91,92.
[18]) Ibid., 23.
[19]) Ibid., 23.
Dapat dicatat bahwa akhir-akhir ini sebagai reaksi terhadap filsafat modern muncul aliran filsafat yang di disebut filsafat post-modern (=pasca modern). Aliran ini bersikap kritis terhadap netralitas dan kedaulatan akal budi. Ia menolak asumsi adanya “kata-kata terakhir yang menentukan”, yaitu menolak rumusan prinsip-prinsip, pembedaan-pembedaan dan kategori-kategori, yang dipandang mengikat tanpa syarat, bagi segala waktu, orang dan tempat. Ia juga menolak “mimpi tradisional” mengenai adanya sistem penjelasan yang lengkap, unik dan tertutup (cf. Cambridge Dictionary of Philosophy, s.v.”Postmodernism”).
[20]) Dan rumusan-rumusan ini yang tercermin dalam Katechismus Heidelberg, yang melalui pewarisan Piwulang Agami Kristen telah berurat akar dalam pemikiran banyak warga GKJ.
[21]) Berasal dari akar kata Yunani kanon, secara harafiah berati: ”patokan”. ”Kanon Alkitab” dapat berarti: daftar kitab-kitab yang diberi nama Alkitab atau Kitab Suci, yang secara resmi diakui oleh bangsa Yahudi dan Gereja sebagai tulisan-tuisan yang diilhami Allah.
[22]) Rumusan doa liturgis yang mengungkapkan kemuliaan Allah atau Kristus, seperti: “ Kemuliaan Bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepadanya” (lih. Luk 2:14; Rm 16:27, 6:16; 1Ptr 4:11; dsb.)
[23]) Gereja mula-mula dipimpin oleh para presbuteros yang artinya orang yang lebih tua [Kis.14:23; 20:17; 1Ptr.5:1-5]. Itu berarti sejak awal gereja dipimpin dalam bentuk dewan, bukan pemimpin tunggal.
[24]) Kebudayaan berasal dari bahasa latin Colere, artinya mengolah, mengerjakan. Dari sini lahirlah istilah Cultura, kultur.
[25]) Yang dimaksud “tugas kebudayaan” adalah mandat untuk menaklukkan, mengolah dan memelihara alam.
[26]) Berasal dari bahasa Latin “Providentia Dei” yang berarti pemeliharaan Allah.
[27]) Amin berasal dari bahasa Ibrani yang berarti pasti, sungguh, benar.
























































Banner 480 bawah




Your Clicks! Your Earning!